BAB III : KODE “9” DI BALIK PERISTIWA
Allah bekerja di dalam diri manusia melalui peristiwa
Sejak tahun 2002 yang menyadarkan bahwa angka “9” ternyata sebagai jalur
peristiwa dalam kehidupan saya selama ini, banyak peristiwa sehari-hari yang
berhubungan dengan angka “9” yang cukup mengherankan dan mencengangkan.
Biasanya jika kode “9” ini datang dalam satu peristiwa yang terjadi dengan saya,
situasi dan kondisi menjadi sedemikian rupa meminta perhatian atau perjuangan
mental tertentu atau penekanan sana sini atau hentakan-hentakan yang melibatkan
pergumulan emosional, sampai ada klik yang menyadarkan ada kode kebersambungan
dengan Allah di balik angka “9” tersebut.
Pada awalnya saya terheran-heran dengan peristiwa yang selalu saja klik
dengan angka “9” dan menganggapnya hanya faktor kebetulan sehingga banyak
data tak tercatatkan. Namun, karena angka “9” ini ternyata terjadi berulang-ulang,
sehingga kini kode “9” sudah menjadi hal biasa sebagai alat komunikatif dari Allah
Yang Maha Esa yang berisikan pengajaran.
Kiranya pula tidak kebetulan jika angka “9” adalah suatu kode sebagai alat
komunikasi dari Allah langsung sebagai tanda kehadiranNya yang bermakna Allah
menyertai saya. Dalam hal ini khusus untuk saya melalui peristiwa sehari-hari yang
saya alami secara individu, unik dan lucu yang jauh dari kesan “seram”,
sebagaimana rentetan peristiwa sehari-hari di bawah ini.
Kode “9” ini juga banyak yang datang disertai pesan-pesan melalui mimpi
sebagai peneguhan daya percaya, bahkan melalui hikmat roh rohaniwati,
penglihatan dan bahkan Firman Allah sebagaimana dikemukakan dalam bab-bab
kemudian.
Kode “9” Di Balik MLM
Oktober 2002 saya bergabung dengan bisnis MLM (Multi Level Marketing)
Sophie Martin Network. Bisnis ini membangun jaringan dengan merekrut member
14
“9” CODE Angka Fenomenal Religius
di bawahnya (down-line) sebagai konsumer produk dan pengembangan bisnis.
Level keanggotaan meningkat sesuai pembelanjaan member dan jaringan member.
Di luar dugaan, ketika Bonus Statement dikirim bulan Desember 2002, level
keanggotan tiba-tiba meningkat dari Level Presiden ke Level Franchise, padahal
saya merasa belum mencapai jumlah pembelanjaan tertentu yang merupakan
syarat kenaikan level. Ketika terlihat di Bonus Statement, ternyata member di atas
(up-line) yaitu Ibu Eti sengaja membelanjakan barang atas nama saya agar level
keanggotaan saya meningkat. Yang membuat terpesona adalah pembelanjaan yang
menyebabkan kenaikan level keanggotaan tepat sudah merekrut “9”
member.
Karena selalu diikuti pesan mimpi terhadap bisnis ini – yang tidak untuk
dibahas di sini, maka saya antusias menjalaninya. Situasi dan kondisi membuat saya
tidak melanjutkan bisnis ini lagi. Ternyata, bukan sukses atau gagalnya dalam bisnis
ini, tapi Allah sedang bekerja melalui peristiwa di balik kode “9” ini yang
menyiratkan bahwa Allah mentransfer pengertian kode “9” dan menambah
pembendaharaan peristiwa dalam kisah kode “9” untuk meningkatkan rasa percaya
pada saat saya masih berada dalam tingkat bertanya-tanya dan terheran-heran
sendiri.
Kode “9” Di Balik Bela Negara
Sebagaimana dikemukakan dalam Bab VI, saat saya aktif di Partai Keadilan
dan Persatuan Indonesia (PPKI). Saya diinformasikan menjadi peserta penataran
yang diutus PKPI. Awalnya saya agak menolak, karena melihat peserta lain dari
PKPI yang diikutsertakan merupakan anggota baru yang saya anggap tidak level.
Ketika rasa meninggikan diri sendiri keluar seperti itu, saya dikirimNya pesan
mimpi dengan visualisasi ilustrasi mimpi memperlihatkan bagaimana saya meninggininggikan
diri itu tidak pantas, tidak pada tempatnya, tidak terpuji, memalukan dan
sia-sia di hadapan seorang anggota baru bernama Irma Waroka. Baru saya tahu
setelah pesan mimpi itu, ternyata ia adalah salah satu peserta penataran utusan
PKPI yang turut diutus. Makna pesan mimpi tersebut langsung saya tangkap saat
itu, sehingga mengubah sikap terhadap orang-orang baru partai khususnya terhadap
Irma Waroka. Ia saya telepon namun berhalangan ikut penataran, sementara saya
menganggap pesan ini penting sehingga menerima untuk ikut penataran.
Ternyata penataran tersebut adalah Penataran Tenaga Inti Pendidikan
Pendahuluan Bela Negara (Targati PPBN) bagi Partai Politik Tingkat Pusat
Angkatan VII Tahun Ajaran 2003. Penyelenggaranya adalah Direktorat Jenderal
Potensi Pertahanan, Departemen Pertahanan Republik Indonesia, dengan tema :
Peranan Parpol dalam rangka Bela Negara Guna Mencegah Disintegarasi Bangsa.
Penataran itu dilangsungkan di kantor Departemen Pertahanan, Jalan Tanah
15
Kode “9” Di Balik Peristiwa
Abang, Jakarta Pusat, selama tujuh hari yang berakhir tanggal 24 Juni 2003 dan
dimulai tanggal 18 (“9”).
Acara seremonial pembukaan dan penutupan secara resmi dilakukan oleh
penanggung jawab penyelenggara yaitu Brigadir Jenderal TNI Mochamad Ibnu
Hadjar. Ia menjabat Direktur PKBN, Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan,
Departemen Pertahanan RI. Barangkali karena antusiasme saya terbaca oleh
panitia, maka mereka menunjuk saya secara simbolik mewakili para peserta yang
berjumlah 71 orang dari 18 (“9”) Parpol.
Kedelapan belas parpol yang saat itu masih belum diverifikasi oleh Komisi
Pemilihan Umum (KPU) sebelum Pemilu 2004 terdiri dari: 1) Partai Amanat
Nasional, 2) Partai Amanat Pejuang Reformasi Indonesia (PAPRI), 3) PARRA, 4)
Partai Gotong Royong, 5) Partai IPKI, 6) Partai IWAPI, 7) Partai Karya Peduli
Bangsa (PKPB), 8) Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PPKI), 9) Partai
Kebangkitan Umat (PKU), 10) Partai Kristen Nasional Demokrat Indonesia
(KRISNA), 11) Partai Mencerdaskan Bangsa (PMB), 12) Partai MKGR, 13)
Partai Nasional Indonesia Marhaenisme, 14) Partai Persahabatan Antar Bangsa
(PPAB), 15) Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PPDK), 16) Partai
Persatuan Indonesia (PPI), 17) Partai Sarikat Indonesia (PSI), 18) Partai Umat
Islam Indonesia (PUII).
Makna ganda di balik kode “9” yang diiringi pesan mimpi adalah Allah selalu
menyertai dan menghendaki saya penuh motivasi dan antusias menyerap pelajaran
Bela Negara. Hal ini agar lebih terbangun rasa nasionalisme cinta tanah air dan
membela negara Indonesia. Ternyata penataran itu sangat bermanfaat dan
sepantasnyalah diikuti oleh kader-kader partai politik lainnya – yang memang
banyak tidak termotivasi merespon penataran seperti ini. Bahkan untuk belajar saja
harus diumpan amplop berisi uang.
Dalam kelas tersebut, saya terpilih menjadi ketua kelompok untuk memberikan
umpan-balik dan saran. Saat itu saya tawarkan program Total Person Concept,
Nation & Character Building, suatu Gerakan Manusia Total. Begitu pula
kemudian terbentuk Forum Komunikasi Parpol Bela Negara (FKPBN), saya
menjadi Sekretaris Jendral. Namun sayang sekali catatan-catatan lain yang
bermuatan angka “9” dalam kegiatan ini belum saya temukan padahal kegiatankegiatan
tersebut banyak mengandung kode “9”.
Bersamaan dengan waktu itu, rekan saya Irma Waroka meninggal dunia.
Ketika itulah kode “9” yang diiringi pesan mimpi menyampaikan makna berikutnya
bahwa sifat meninggikan diri kepada Irma Waroka – dalam hal ini juga termasuk
kepada orang lain, adalah asli mutlak sia-sia belaka. Sifat meninggikan diri akan
menghalangi buah hikmah yang akan masuk sebagai berkah. Luar biasa…!!!
Sifat meninggikan diri yang tertangkap dalam diri sendiri di balik kode “9” yang
dikukuhkanNya melalui pesan mimpi saat itu, dengan berjalannya waktu kemudian
16
“9” CODE Angka Fenomenal Religius
sifat itu tertangkap pula dalam diri orang lain di balik kode “9” dan dikukuhkanNya
melalui Firman Allah, sebagaimana dikemukakan dalam Bab XI dengan tajuk “Kata
Pengantar Di Balik Kode “9””. Ketika itu pulalah saya dapat memaklumi dan
menanggapi rasa meninggikan diri orang lain terhadap saya dengan penuh
pengertian.
Kode “9” Di Balik Moderator
Ibu Utari yang saat itu menjabat sebagai ketua Koalisi Perempuan Indonesia
(KPI) – cabang Bekasi, mempercayakan saya untuk menjadi moderator dalam
acara perempuan menjelang Pemilu Legislatif 2004 di kota Bekasi.
Masih terbayang di pelupuk mata tidak bisa terlupakan bahwa saya menyesal
dengan penampilan saya sebagai moderator saat itu. Entah mengapa, ketidakpuasan
saya terhadap karakter perempuan Indonesia di partai politik yang saya
hadapi selama itu, seakan terlampiaskan sudah di acara tersebut. Sehingga
keberanian mengkritik – yang sekarang saya anggap kurang terkontrol itu, banyak
menyinggung dan mengagetkan para hadirin.
Belakangan baru saya sadar ternyata angka “9” berkode bahwa saat itu saya
sudah tergolong orang yang tidak menyerahkan segala sesuatu kepada Allah ketika
menerima kenyataan di hadapan saya tidak sesuai harapan. Kejadian ini membuat
saya terus mengenangnya sebagai pembelajaran untuk bisa mengendalikan
ketidak-puasan terhadap kenyataan yang sedang dihadapi dalam hal apapun –
khususnya ketika di depan publik, ketika mengingat hari itu ternyata tanggal 27 –
03 – 2004 (“9”).
Kode “9” Di Balik Mobil
Ketika itu profesi suami adalah Engineering Consultant dengan latar
belakang pendidikan Tehnik Lingkungan dari Institut Tehnologi Bandung (ITB).
Periode Februari sampai Agustus 2004, suami menangani proyek West Java
Environmental Management Project (WJEMP) sebagai Team Leader dari PT.
Mitra Lestari Duta dengan daerah Bekasi di pilih sebagai kantor proyek. Selain
mendapatkan uang operasional kendaraan sebesar Rp. 3 juta, ketika itu suami juga
mendapatkan gaji pokok Rp. “9” juta.
Kami berpikir, dari pada uang operasional kendaraan dipakai untuk menyewa
mobil lain, ada baiknya mobil pribadi saja yang disewa kantor untuk dipakai sendiri.
Kami berniat mengganti mobil dengan menjual yang lama dan membeli mobil
second jenis lain. Mobil lama sudah terjual, namun mobil pengganti belum juga
bertemu. Sambil menunggu mobil baru second, terpaksa menyewa mobil kijang.
Ketika mobil Kijang sewaan tersebut sedang diparkir di luar rumah pada saat saya
lari pagi keliling kompleks rumah, tidak sengaja mata melihat ke nomor plat mobil
17
Kode “9” Di Balik Peristiwa
sambil menghitung jumlah nomornya dan tidak salah lagi ternyata mobil kijang
sewaan bernomor plat B 2421 (“9”).
Saya ceritakan kode “9” ini kepada keluarga ketika sedang makan pagi
bersama, walau tahu akan ditertawakan seperti biasa. Ketika cerita bahwa tahun
2004 ini papa sedang dikelilingi unsur 9 – baik kelahiran, gaji mau pun mobil,
mereka tertawa berkelakar, “Jangan-jangan supir Ridwan juga tanggal kelahirannya
mengandung “9” ?” Diam-diam hal ini jadi “PR” untuk segera tanya Ridwan.
Ketika ada kesempatan pergi bersama, saya tanya tanggal kelahirannya. Dengan
gayanya yang lupa-lupa ingat dia coba mengingat tanggal kelahirannya sementara
saya berdebar-debar menanti jawabannya. Dengan yakin akhirnya dia sebut
tanggal kelahiran yang segera saya catat dan hitung. Anak-anak dan suami menjadi
saksi walau mereka tidak mencatat dan tidak berdetak hatinya seperti saya. Pagi
tahun 2004 itu suami berangkat ke kantor dengan dikelilingi angka “9” mulai dari
jumlah kuantitatif kelahiran, gaji, nomor plat mobil sampai supir. Karena kelahiran
supir Ridwan tertanggal 04 – 07 – 1978 (“9”).
Saya hubungi penjual mobil setelah melihat iklan jual mobil di koran. Janji
pertemuan dengan penjual untuk melihat kondisi fisik mobil dan untuk penawaran
harga dibuat pada saat hari libur nasional hari Jum’at bulan April 2004 di halaman
Pizza Hut Jalan M.T. Haryono, Jakarta. Saya langsung tertarik dan jatuh cinta
pada mobilnya dan begitu mudahnya menawar harga dengan penjual sehingga
langsung tercapai kesepakatan harga. Belakangan setelah kejadian berikutnya
mengenai mobil ini mengandung kode “9”, barulah saya telusuri kembali kapan
tepatnya penawaran pertama dulu itu dilakukan, jangan-jangan mengandung kode
“9” pula. Ternyata benar saja, kesepakatan pertama di hari libur itu adalah hari
Wafat Isa Almasih pada bulan April 2004, tanggal “9”.
Saya membeli mobil tersebut dengan cara mencicil di Bank Niaga. Usaha
untuk mendapatkan mobil mendapat masalah karena penjual ternyata masih
mencicil mobil tersebut di Bank HSBC. Akibatnya, Buku Pemilik Kendaraan
Bermotor (BPKB) masih sebagai jaminan penjual di bank HSBC padahal buku
tersebut merupakan satu syarat yang harus dipegang oleh Bank Niaga sebagai
pemberi kredit bagi pembeli.
Pengajuan kredit pertama tidak diluluskan oleh Bank Niaga Kali Malang
karena pegawai bank terlalu kaku dengan aturan BPKB. Pengajuan kredit
kedua juga tidak diluluskan oleh Bank Niaga Sudirman karena pegawai bank juga
kaku dengan aturan cicilan per bulan. Pengajuan kredit ketiga dilakukan di Bank
Niaga Supomo dengan lebih hati-hati dan dengan penjelasan masalah. Berulang kali
saya tanya kondisi pengajuan kredit tapi tidak ada jawaban hingga saya pasrah
menyerahkan urusan ini kepada Allah dan dalam hati berdoa yakin kalau memang
sudah rejeki dari Allah, mobil itu tidak akan terjual kepada orang lain. Tiba-tiba kali
ini Bank Niaga yang proaktif menghubungi bahwa pengajuan kredit diterima.
18
“9” CODE Angka Fenomenal Religius
Herannya mengapa seakan menunggu jumlah kuantitaif “9” barulah penerimaan
pengajuan kredit Bank Niaga diumumkan, yaitu tanggal 27 (“9”), tepatnya
pada 27 – 05 – ’04 (‘9").
Berita diterimanya pengajuan kredit dari Bank Niaga ini disampaikan kepada
penjual. Setelah penjual yakin bahwa pembeli akan ada dana dari Bank Niaga,
dibuatlah strategi bagaimana mengkondisikan supaya BPKB ada di tangan pembeli
di saat penyerahan dana cash dari Bank Niaga dilakukan, karena Bank Niaga akan
mengeluarkan dana hanya jika ada BPKB. Penjual segera meminjam BPKB dari
HSBC yang terpaksa dilakukan dengan alasan balik nama dari nama pemilik
terdahulu ke nama penjual sekarang Ibu Linda Olga Gracelangi atas kesepakatan
biaya ditanggung bersama. Setelah ada pengaturan pertemuan tiga pihak yaitu
pembeli, penjual dan Bank Niaga, dibuatlah kesepakatan pembayaran di kantor
HSBC. BPKB di tangan yang sudah atas nama penjual dan yang sudah waktunya
dikembalikan oleh penjual ke HSBC itu tidak dikembalikan kepada HSBC, namun
diberikan kepada pembeli untuk kemudian diterima Ibu Endina karyawati Bank
Niaga. Sebaliknya Endina memberikan sejumlah dana kepada pembeli dan pembeli
memberikan dana tersebut kepada penjual. Dengan uang di tangan penjual, lalu
penjual memberikan uang kepada HSBC guna menebus BPKB yang beberapa hari
dipinjam untuk siasat balik nama atas nama Linda Olga Gracelangi. Ketika Linda
dengan bangga menunjukkan STNK hasil perjuangan kami atas namanya itu, saya
terkejut terbaca di STNK, nomor BPKB “9”.
Semua transaksi selesai berikut kunci mobil dan STNK diserahkan dengan
lancar hari itu. Sambil menyebut nama Allah mobil melaju. Saya masih terheranheran
dengan pemunculan angka “9” dan dalam hati berkata, “Ada apa dengan “9”
ya Allah ?”, karena hari itu serah terima tertanggal 15 – 06 – 2004 (“9”).
Belakangan, Selasa 19 Desember 2006, ketika sedang merapikan dokumen
penting keluarga, tidak sengaja terlihat BPKB mobil tersebut. Karena teringat ada
catatan “nomor BPKB : “9””, membuat saya penasaran terus mencari-cari di
manakah tertera “nomor BPKB: “9”” yang dulu saya lihat tersebut. Karena
catatan “Nomor BPKB : “9””tersebut memang ada di STNK, sehingga saya tidak
menemukan catatan “Nomor BPKB: “9”” di lembar BPKB, tapi malah terbaca
tanggal pertama kali dikeluarkannya BPKB atas nama pemilik pertama mobil yaitu
Yulie Yanti dalam lembar “Identitas Kendaraan”. Di luar dugaan, ternyata pertama
kali BPKB dikeluarkan tanggal 30 – 03 – 2001 (“9”).
Dalam lembar BPKB berikutnya ada perubahan nama dari nama Yulie Yanti
menjadi nama Linda Olga Gracelangi, terbaca dalam lembar “Perubahan
Identitas”, di Jakarta, Juni 2004, tanggal “9”.
Tanpa sepengetahuan saya saat itu, permohonan tukar nama yang diajukan
Linda Olga ternyata sehari sebelumnya, karena terbaca stempel tukar nama
19
Kode “9” Di Balik Peristiwa
dengan tanggal 8 – 6 – 2004, yang jika ditulis enam digit tanpa kehilangan makna
terlihat seperti ini : Tukar Nama 08 – 06 – ’04 (“9”).
Makna di balik kode “9” dalam peristiwa mobil ini adalah Allah ingin saya
mengerti dengan mengalaminya langsung bagaimana berkuasanya Dia dalam hal
atur mengatur segalanya di langit dan di bumi. Begitu terasa jelas pengertian yang
disampaikan Allah kepada saya bahwa Dia berkuasa mengatur waktu dan hati
orang lain yang terlibat dalam peristiwa agar segalanya berkesesuaian dengan
kehendakNya, yang berarti Allah sedang bekerja dalam setiap peristiwa. Begitu
jelas pesan yang disampaikan melalui kode “9” bahwa hendaklah saya berikhtiar
sambil terus menunggu hasilnya serta pasrah menyerahkan segala urusan atas
kehendak Allah.
Belakangan tertangkap ciri khas Allah mengajarkan saya dalam rangka dapat
menarik makna di balik kode “9” ini. Allah mengajarkan saya dengan cara tiga kali
pengulangan. Sebagaimana terlihat dalam kisah lainnya di buku ini, kisah di tajuk
ini terlihat dari tiga kali pengajuan kredit. Luar biasa...!
Kode “9” Di Balik BCA
Kini saya sudah banyak belajar dalam hal pembelanjaan uang dan menjadi
praktisi “belanja karena Allah” setelah mendapatkan kode “9” ini. Ternyata dulu
saya tergolong konsumtif kurang menghargai uang. Uang di tangan untuk
dihabiskan tidak terbiasa menabung. Ketika suami konflik dalam proyek WJEMP –
yang dikisahkan itu, dan ada hasil kerjanya yang tidak dibayar bulan Agustus 2004,
saya merasa sudah tidak punya uang cukup bulan berikutnya. Bersama Chika, kami
niat ambil uang sekedarnya di ATM BCA. Kami terkejut ketika lihat saldo ternyata
ada uang berjumlah signifikan di luar perkiraan. Penasaran apakah data ini benar –
sambil berpikir mungkin uang proyek sudah dibayar, kami coba pancing ambil uang
dalam jumlah tertentu dan ternyata uang keluar. Ketika uang beserta struk dengan
jumlah saldo tertentu sudah di tangan, karena surprise spontan saya tanya Chika
jam berapa. Sambil melihat waktu di hp, Chika melotot terpesona, “Ma, “9”!”.
Uang tepat di tangan pukul 12.06 (“9”).
Kartu ATM BCA yang saya pegang saat itu masih berasal dari kantor cabang
Kebayoran Baru - Jakarta Selatan, sehingga untuk urusan administratif tertentu
harus berurusan dengan kantor di sana. Karena merepotkan, saya memindahkan
data administrasi ATM BCA dari cabang Kebayoran Baru ke cabang baru sekitar
bulan Desember 2005. Ketika kartu ATM baru dengan lembaran keterangan
dikirim dari BCA Pusat melalui kurir, di lembar keterangan kartu ATM baru
tertulis: Berlaku dari 08 – 12 – 2005 (“9”).
Sebelum ini, saya menggunakan nomor PIN yang diberikan langsung oleh bank
dengan nomor yang tidak mengingatkan sesuatu, sehingga nomornya susah diingat.
20
“9” CODE Angka Fenomenal Religius
Ketika sudah tiba di depan mesin ATM untuk mengambil uang, terkadang saya
harus mengeja dulu nomornya agar tidak terbalik, malah pernah terjadi lupa urutan
nomornya. Urutan nomor ATM ini kemudian menjadikan perhatian, sehingga saya
catat nomornya di suatu tempat. Dalam kesempatan menggunakan kartu ATM
baru, saya pun langsung menggunakan kesempatan mengubah nomor PIN lama
menjadi nomor PIN baru dengan nomor diambil dari tanggal lahir anggota keluarga
agar mudah diingat. Sejak tahun 2005 itu sampai kini saya menggunakan kartu baru
dengan nomor PIN baru, tapi entah mengapa nomor PIN lama yang dulu susah
diingat, kini susah dilupakan.
Herannya dulu selama menggunakan kartu lama, saya tidak menghubungkan
nomor PIN dengan angka “9”. Entah mengapa hari Minggu bulan Februari 2007 -
detik sebelum berangkat dari rumah menjenguk Ocha di Bandung, saya tergerak
menghitung jumlah nomor PIN lama. Sambil terburu-buru, saya tulis angka enam
digit di kertas dan coba menghitung jumlah angkanya yang ternyata bermuatan “9”,
karena nomor PIN kartu ATM BCA lama 163296 (“9”).
Saya simpan catatan kecil itu di dompet sebagai materi tambahan buku ini
untuk saya tulis hari Senin. Ketika saya memindahkan catatan itu dan menulis hari
Senin pagi di komputer, ternyata detik digerakkanNya dan ditemukan kode “9” di
balik kartu ATM terjadi kemarin hari Minggu tanggal 25 – 02 – 2007 (“9”).
Minggu berkode “9” itu saya sedang melepas rindu dengan Ocha setelah tiga
minggu tidak bertemu dan menyempatkan diri membelikan keperluannya di
Bandung. Diboncengi Ocha bermotor, mencari ATM BCA dan setelah menemukan
mesin ATM BCA dan uang sudah terambil, kami makan di restoran dan Ocha
memarkirkan motornya. Ketika satpam hendak memberikan nomor parkir motor,
terlihat di mata saya kartu nomor 18 (“9"), tapi ternyata satpam memberikan nomor
lain yang juga berkode “9”, yaitu kartu parkir nomor 36 (“9”).
Di depan Ocha saya katakan nomor kode “9” itu. Tapi karena kartu parkir
tampaknya hal sepele tidak penting, ia tidak menggubrisnya dan saya pun jadi tidak
mencatatnya walau terus mengingatnya. Setelah menulis nomor kartu ATM itu
ternyata bermuatan “9” dan juga ternyata digerakkanNya di hari yang bermuatan
“9” pula, barulah saya jadikan tambahan materi kartu parkir di buku ini.
Kartu parkir adalah hal yang tak bernilai untuk segera dibuang, tapi kode “9”
adalah hal yang tak ternilai untuk segera disimpan. Rentetan kode kebersambungan
dengan Allah yang disampaikanNya di balik kartu ATM BCA bermakna bahwa
rejeki uang datangnya dari Allah dan untuk itu membelanjakannya pun berdasarkan
karena Allah pula. Mulai hari itu karakter saya dalam hal membelanjakan uang
berubah secara permanen. Luar biasa cara Allah mengajar saya.
21
Kode “9” Di Balik Peristiwa
Kode “9” Di Balik LIA
Desember 2004 pada saat suami dan anak-anak masih setengah hati mengakui
angka “9’ sebagai kode dari Allah untuk saya pribadi, saya mendaftarkan anakanak
kursus bahasa Inggris di LIA (Lembaga Indonesia Amerika) Kalimalang.
Ketika formulir aplikasi LIA dibagikan untuk dapat mengikuti Admission Test,
secara kuantitatif jumlah angka-angka dalam nomor ujian tersebut mengandung
unsur “9”. Program English For Adults mendapatkan formulir secara computerize
atas nama Chika Lolita Sugiharto dengan Nomor Ujian 085950 (“9”).
Dengan kagum saya sampaikan kode “9” ini kepada keluarga dengan harapan
mereka percaya. Sambil menghitung nomor ujian satu lagi, ternyata Program First
Steps to Communicating in English juga mendapat formulir secara computerize
atas nama Al Kautsar Sugiharto dengan Nomor Ujian 084519 (“9”).
Formulir dan data-data kode “9” semacam itu saya simpan sebagai bukti
otentik. Banyak juga informasi kode “9” yang tak tercatat karena lupa saat
kejadiannya, terutama yang terjadi pada anak-anak. Di balik kode “9” melalui kisah
LIA ini bermakna bahwa Allah menyertai saya dan mendukung setiap usaha mulia
yaitu pengembangan diri anak-anak.
Kode “9” Di Balik Motor
Saat itu, anak-anak ingin mandiri pulang pergi ke LIA menggunakan motor.
Ketika motor sudah dibeli, kali ini saya sengaja menyelidiki nomor BPKB, STNK
dan nomor plat motor. Penyelidikan sengaja tersebut terhenti ketika saya tidak
menemukan tanda-tanda “9”, sambil hati berkata takut kepadaNya, “Ya Allah
ampunilah aku kalau sedang coba-coba berkehendak sendiri dan mendahuluiMu”.
Seminggu kemudian tanpa sepengetahuan saya ternyata nomor plat motor lama
diganti suami dengan nomor baru sesuai lokasi tinggal. Kali ini nampaknya anakanak
sudah mulai “heran” dengan angka “9” yang selalu mengelilingi saya. Mereka
memberitahukan bahwa sekarang motor tersebut mengandung kode “9”, karena
Nomor Plat Motor B 6939 KCZ (“9”).
Setelah Ocha menamatkan sekolah di SMP Al-Azhar “9” pada bulan Juni
2005, dia melanjutkan sekolah SMA di Bandung dan tinggal kos di rumah uaknya –
kakak kandung suami dan istrinya. Kelas 2 SMA, Ocha ingin agar motor tersebut
dapat digunakan di Bandung untuk keperluan pulang pergi sekolah. Karena ada
kekuatiran tertentu dan faktor keamanan, uak kurang setuju jika Ocha mengendarai
motor, begitu juga suami terpengaruh tidak setuju. Ibu teman perempuan Ocha
bernama C menganjurkan saya agar Ocha lebih baik menggunakan motor untuk
kendaraan pulang pergi sekolah. Saya pun berhasil meyakinkan suami dan uak agar
Ocha menggunakan motor. Pandangan ibunya C itu ada benarnya walau ketika itu
dalam hati saya menangkap ada motivasi memanfaatkan Ocha di balik anjurannya
22
“9” CODE Angka Fenomenal Religius
tersebut. Itu mengapa saya tekankan Ocha agar motor tersebut bukan digunakan
untuk keperluan mengantar-antar temannya C pulang sekolah.
Dugaan hati saya itu benar, Ocha menghadapi C seorang anak tunggal yang
terdidik oleh kedua orang tuanya menjadi anak hiper-egois yang pada akhirnya
Ocha mempunyai tanggung-jawab baru untuk mengantar C pulang sekolah dengan
motornya. Motor ini pemicu konflik di kemudian hari, sebagaimana dikemukakan
dalam Bab XI dengan tajuk-tajuk “Walau Seribu, Orang Fasik, Kasihilah Musuhmu
! dan Kode “9””.
Dalam hati terbersit kuatir dengan keselamatan Ocha bermotor di Bandung,
namun kode “9” yang melekat pada motor kemudian klik mampu menenangkan
jiwa saya dan pasrah bahwa ada perlindungan Allah dalam kehendak Allah
mengiringi Ocha yang jauh dari pantauan mata saya, insya Allah. Namun April
2007, terdengar berita Ocha jatuh dari motor, yang kisahnya dikemukakan dalam
Bab XII dengan tajuk Hikmat “Pemecahan Persoalan” dan “Sabar”.
Kode “9” Di Balik SMS
Selama berkenalan dengan pria bernama X, yang kisahnya dikemukakan
dalam Bab IX: Karunia Allah Melalui Firman Allah dan Bab X: Spiritual Membara
Di Balik Kode “9”, saya terus berusaha dan memohon perlindungan Allah agar
terhindar dari godaan, rayuan dan kejarannya yang gencar untuk mendapatkan
saya sebagai perempuan. Ada kode kebersambungan Allah saat saya mengirim
SMS kepadanya dalam kisah berikut ini.
Setelah berdoa mohon perlindungan Allah dari kejaran X, saya mendapat
penglihatan spiritual seperti ini, “Secangkir jus tomat yang sudah habis isinya
terletak di ujung meja”. Saya segera faham makna penglihatan dalam bahasa
perumpamaan yang diperlihatkan Allah itu. Ibarat gelas kotor yang ditinggalkan
karena sudah direguk habis isinya, bisa begitu nasib saya nanti jika tidak pandaipandai
dan hati-hati tergoda rayuan X. Langsung saya kirim SMS di bawah ini
kepada X dan katakan bahwa inspirasi itu dikirim malaikat untuk melindungi saya
dari jeratannya Tapi X sengaja asal berargumen bahwa inspirasi itu bukan dari
malaikat melainkan dari iblis, sehingga kami terus berdebat. SMS yang saya kirim
mengibaratkan diri saya seperti secangkir jus tomat itu, sebagai berikut :
SMS pukul 19:55:17 tanggal 15 – 01 – 2005 :
“Baginya kau bak secangkir jus tomat. Lalu jus itu diminum terus olehnya,
dengan waktu pasti kau tahu bagaimana akhirnya? Kau tinggal bak gelas kotor di
ujung meja”.
Setelah bergantian berdebat SMS itu terinspirasi dari malaikat, iblis, malaikat,
iblis, menjelang tidur sambil berbaring saya terlompat ke belakang spontan teriak
23
Kode “9” Di Balik Peristiwa
memanggil suami dan terkejut ketakutan. Tiba-tiba di hadapan kanan saya muncul
bentuk wajah manusia terlihat setengah badan berbalut cahaya terang tapi sejuk
tidak silau, sangat kokoh mengesankan seorang penjaga tapi seperti kapas putih
sangat halus dan lembut. Cepat saya bungkam teriakan spontan itu, karena malu
kepada suami dan merenung.
“Siapa itu? Malaikat!”. Seakan langsung menjawab perdebatan saya tadi
dengan X. Bahwa itu memang malaikat yang melindungi, bukan iblis. Allah
mengabulkan doa saya dan melindungi saya dari jeratan manusia penggoda jenis ini
dengan mengkomunikasikannya melalui media penglihatan spiritual. Allah juga
dapat mengkomunikasikannya melalui bermacam-macam media lain sesuai
kehendakNya, termasuk kode “9” yang mengiringi hp dengan SMS-SMS seperti di
bawah ini :
Kode pertama. Minggu-minggu itu intensitas SMS dari X begitu tinggi
sehingga sering terlihat SMS yang masuk jadi pending karena penuh. Saya
peringatkan X untuk tidak menggangu lagi dengan SMS seperti itu. Hari itu saya
coba memeriksa hp apakah masih ada SMS dari X. Pemeriksaan pertama,
ketika saya lihat hp, terlebih dulu terlihat waktu di layar kaca hp menunjukkan
angka yang bagus pukul 19:19 dan dalam hati juga berkata, “Bagus!”, tidak ada
SMS dari X berarti peringatan saya berhasil. Pemeriksaan kedua, sama ketika
kedua kali saya periksa hp, kali ini waktunya sudah memberikan perhatian kepada
saya karena angkanya bagus lagi menunjukkan pukul 20:20. Pemeriksaan
ketiga, begitu juga ketika ketiga kalinya saya periksa lagi hp dengan waktu yang
bagus lagi pukul 22:22. Saat itu saya sudah mulai curiga ada roh yang tidak terlihat
dan irasional – entah apa namanya, yang mampu menggerakkan dan mengatur
serta menyelidiki gerak-gerik saya untuk mendukung saya menghadapi serangan X.
“Aha..!!! Benar”. Sinyal kebersambungan dengan Allah tertangkap
memberikan kode “9”. Karena hari itu ternyata tanggal 05 – 06 – 2005 (“9”).
Keesokan pagi, X telepon ingin bertemu di saat saya sudah dikonfirmasiNya
“bagus” tidak berhubungan dengannya. Maka saya buat keputusan menolak.
Seakan sinyal “bagus” lagi dariNya turut mengukuhkan keputusan menolak itu,
karena setelah bicara waktu di layar hp menunjukkan angka yang “bagus” lagi
yaitu pukul 10:10.
Kode kedua. Selang beberapa lama ternyata masih saja X menghubungi dan
menggoda. Saya menanggapi SMS nya kira-kira seperti ini, “Hubungan seperti itu
tidak sehat, saya tidak bisa beradaptasi dengan kehidupan kamu”.
Saat itu saya tidak mencatat tanggal pengiriman. Tercatat di buku dan selalu
teringat adalah satu keanehan ketika saya mengirimkan SMS itu. Tidak pernah ada
selama ini tanda pesan terkirim dari hp pengirim ke provider Telkomsel (Message
sent) menunjukkan waktu di layar hp saya. Saat itu “Message sent” menunjukkan
24
“9” CODE Angka Fenomenal Religius
waktu di layar hp dengan angka yang bagus sekali mengundang perhatian, yaitu
pukul 22:22:22.
“Lho kok “Message sent” ada waktunya...?
Lalu baru muncul di layar hp tanda pesan sudah terkirim dari Telkomsel ke hp
penerima (Delivered to) seperti biasa. Saya buka laporan mengenai Delivered to
(Report) itu. Ternyata bukan hanya bagus, tapi klik kode “9”. Waktu terkirim
pukul 22:33:44 (’9").
Kode ketiga. Saya kirim lagi SMS kepada X pada bulan Oktober 2005
sebagai berikut :
“Orang baik tidak akan berkhianat di belakang orang, tapi berani jujur atas
khilafnya dan ksatria untuk minta maaf atas kesalahannya”.
Ada tiga keanehan dalam kode ketiga ketika saya mengirim SMS itu.
Keanehan pertama, Message sent. Terulang lagi Message sent yang aneh tidak
seperti biasa tersebut. Message sent kali ini menunjukkan waktu pukul 11:40:53.
Keanehan kedua, Report. Lama ditunggu-tunggu belum juga Delivered to.
Terasa aneh lagi tidak seperti biasa, yang tampil bahkan Report sebelum Delivered
to. Keanehan ketiga, Pending. Saya buka Report aneh itu. Ternyata lebih aneh
lagi, karena isi Report yang biasanya adalah laporan dari delivered to yang
menunjukkan waktu yang diam, namun kali ini menunjukkan waktu yang bergerak
hidup. Saya “terbengong” mengikuti jalannya detik dan menit yang terus bergerak
hidup seperti sedang bermain-main dengan saya dan menggiring mata ke tempat
pemberhentian. Ternyata, waktunya terhenti ketika sudah menunjukkan angka yang
klik kode “9” dan terbaca Pending pukul 11.44.44 (“9”).
“Ha? “9” hidup?”. Setelah itu baru muncul Delivered to. Report yang
mengabarkan waktu Delivered to ini sudah tidak menjadi perhatian saya lagi. Yang
terus saya renungkan adalah keanehan yang mana tidak pernah ada “Report dua
kali” dalam satu kali pengiriman SMS. “Report pertama” melaporkan tertunda
pending dan “Report kedua” melaporkan Delivered to. Yang ada biasanya
“pending” sendiri satu kali dan “Report” sendiri satu kali. Yang menjadi perhatian
lagi adalah kode “9” menyadarkan ternyata hari itu klik tanggal “9”.
Banyak makna yang dapat ditarik dari kisah SMS ini. Yang paling irasional saat
angka itu hidup bergerak dan baru berhenti ketika sudah menunjukkan angka “9”.
Makna kode “9” dibalik peristiwa ini mengabarkan saya bahwa kode “9” yang
terjadi di hadapan saya adalah kode yang hidup berkomunikasi dengan hati saya.
Luar biasa!
Begitu pula ketika waktu tertunda yang menunjukkan kode “9”. Bermakna
pengiriman ditunda dulu untuk sejenak mengingat kedahsyatan Allah mengatur
yang luar biasa!!!
25
Kode “9” Di Balik Peristiwa
Kode “9” dibalik kisah SMS ini bermakna Allah selalu menyertai.
Mengabulkan doa dan mendukung untuk pergi dari X. Allah terus menyelidiki dan
melindungi saya agar terhindar dari manusia ini dengan cara yang tak terselami.
Fakta ini mencengangkan. Saya termangu tidak ada yang bisa menjelaskan. Luar
biasa.
Belakangan tertangkap oleh pengertian saya cara Allah mengajari saya dengan
tiga kali pengulangan kejadian agar dapat menarik makna di balik kode “9”.
Dahsyat...!!!
Kode “9” Di Balik Passport
Saya masuk organisasi sosial politik Partai Demokrat (PD) melalui pesan
mimpi yang penuh dengan kode “9” seperti dikemukakan di buku ini dalam Bab VI
dan VII, dengan posisi sebagai Wakil Ketua Departemen Luar Negeri, Dewan
Pimpinan Pusat, Partai Demokrat. Oktober 2005 saya memperpanjang passport
agar selalu dalam kondisi siap pergi ke luar negeri jika ada tugas mendadak. Ketika
pengurusan passport sudah selesai, hati saya begitu yakin akan ada muatan kode
“9” dalam passport karena untuk kepentingan PD yang bernomor kode “9”. Benar
saja, nomor file passport I – 610209 (“9”).
Makna kode “9” dibalik kisah passport adalah direstuiNya saya aktif dalam
organisasi yang berdasarkan kehendakNya. Kisah ini berfungsi sebagai
penambahan perbendaharaan kisah kode “9” untuk mengukuhkannya sekali lagi.
Kode “9” Di Balik NPWP
Kamis 22 Desember 2005 saya menerima buku dan formulir “Surat
Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi”
untuk kedua kalinya dari Departemen Keuangan Republik Indonesia, Direktorat
Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak. Tahun 2004 Kantor Pelayanan Pajak juga
mengirimkan SPT Pajak dan menerbitkan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
Pribadi tanpa permisi terlebih dulu.
Pada awalnya saya merasa tidak perlu merespon surat tersebut karena
permasalahannya ketika itu status saya adalah ibu rumah tangga yang ikut suami
dan bukan pengusaha yang punya penghasilan pribadi, di samping itu juga saya
tidak pernah minta dibuatkan NPWP Pribadi ke kantor pelayanan pajak. Tapi suami
katakan bahwa ada konsekuensi tertentu bahkan bisa terkena pasal pidana bagi
warga yang tidak melaporkan SPT Pajak yang telah dikirimkan tersebut. Saya
alergi mendengar kata pidana ditambah lagi terbayang bagaimana akan dipersulit
nanti mengingat citra orang pajak pada umumnya di mata masyarakat selama ini.
Namun tiba-tiba ada rasa aman dan keyakinan tertentu menyelinap dalam hati
ketika melihat “Surat Keterangan Terdaftar” yang memuat pernyataan NPWP dan
26
“9” CODE Angka Fenomenal Religius
bahkan NPWP nya pun sangat mencolok klik berkode “9”. Nomor Surat
Keterangan Terdaftar dari Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat
Jenderal Pajak terketik seperti ini : No. PEM-...../WPJ.22/KP.0103/2004 dan titiktitik
setelah kata “PEM” sangat eye-catching ditulis tangan langsung terbaca klik
kode “9”. Surat Keterangan Terdaftar tertulis tangan bernomor 5634 (“9”).
Surat Keterangan Terdaftar tersebut menerangkan Nomor Awal NPWP yang
juga sangat eye-catching. NPWP tersebut lengkapnya bernomor 09.258.716.1-
407.000, artinya Nomor Awal NPWP 09 (“9”).
Dengan klik kode “9”, sebagai isyarat bahwa ada kode Allah dan urusan akan
mudah. Modal keyakinan ini cukup menenangkan hati untuk menyelesaikan
masalah ini di samping tentunya sebagai warga negara yang baik harus
bertanggung jawab dan mempunyai kewajiban untuk klarifikasi ke kantor pajak.
Keesokan harinya Jum’at 23 Desember 2005 saya mengurus masalah ini ke
kantor pajak dan diminta datang kembali hari Senin dengan membuat “Surat
Permohonan Penghapusan NPWP” agar tidak terjadi NPWP ganda karena suami
telah memiliki NPWP. Ternyata NPWP saya memang sengaja diterbitkan oleh
kantor pajak sebagai penertiban bagi setiap pembeli rumah di komplek perumahan.
Setelah urusan selesai, sambil tersenyum ingat kehadiran Allah dalam hati
berkata, “Benar saja kode “9” !”. Pegawai pajak bernama Siti Mukinah (Ibu
Nonon) begitu helpfull mendampingi dan membantu proses pengurusan di kantor
pajak jadi begitu mudah dan selesai pada hari itu juga. Ternyata tidak semua orang
pajak seperti apa yang saya bayangkan sebelumnya. Ada klik kode “9” lagi di hati
ketika melihat lembar “Bukti Penerimaan Surat” sebagai bukti dihapusnya NPWP
itu tertera tanggal surat dari saya. Surat “Permohonan Penghapusan NPWP”
tertanggal 26 – 12 – 2005 (“9”).
“Pantas saja!”, semua urusan selesai hari Senin itu begitu mudah karena
ternyata tanggal surat “Permohonan Penghapusan NPWP” adalah juga tanggal
proses pengurusan di kantor pajak. tanggal 26 – 12 – 2005 (“9”).
Pada saat hati bertanggung jawab menyelesaikan masalah dengan niat baik
dan untuk kebaikan namun di tengah hati ada ketidakpastian dan kuatir, kode “9”
mengisyaratkan ingat perlindungan Allah agar kemudahan dan ketenangan hati
dapat terpelihara.
Kode “9” Di Balik Wawancara
Beberapa kali Pak Tengku Imam Kobul meninggalkan pesan melalui telepon
bahwa ia dari majalah Komunitas Bekasi ingin bicara. Berhubung ia meninggalkan
nomor telepon, maka saya coba hubungi. Ternyata tujuannya menelepon untuk
wawancara dalam rangka mengisi halaman di majalah itu. Ia mendapat
rekomendasi dari teman perempuan di Koalisi Perempuan Indonesia Cabang
27
Kode “9” Di Balik Peristiwa
Bekasi, Ibu Utari. Pertemuan yang ia jadwalkan, selalu saja tidak sesuai dengan
waktu saya sehingga melewati dateline penerbitan bulan Maret 2006, tapi tetap
saja ia mengharapkan saya tampil di majalah itu.
Dengan ditemani Pak Anshoruddin, perwakilan majalah Komunitas Jawa
Barat, mereka mewawancarai saya di rumah hari Minggu tanggal 19 Maret 2006.
Karena hasil wawancara ini untuk penerbitan bulan April 2006, maka saya
ditempatkan di halaman Edisi Khusus Kartini majalah Komunitas. Surprise juga
rasanya dipublikasikan seperti ini di daerah Bekasi, tapi yang membuat saya lebih
surprise klik adalah ketika ia mengatakan bahwa ingin mewawancarai saya dalam
rangka Ulang Tahun Kota Bekasi Ke “9”.
Makna kode “9” dibalik kisah wawancara ini adalah Allah mengingatkan saya
agar sadar bahwa Allah dapat menggerakkan hati setiap orang untuk melakukan
sesuatu agar terjadi sesuai kehendakNya.
Kode “9” Di Balik Citibank
Karena sudah ada kesadaran dalam cara “belanja uang karena Allah’,
belakangan saya enggan menggunakan credit card karena mendorong jadi
konsumtif dan berhutang, jadi hanya suami saja yang menggunakan. Namun
kemudian suami juga mengikuti saya jadi enggan menggunakannya, konsekuensinya
credit card menjadi pasif.
Satu tahun kemudian awal Mei 2006 saya buka surat dari Citibank berisikan
dua credit card atas nama suami dan surprise ada satu lagi tambahan atas nama
saya. Ternyata suami mengaktifkan kembali credit card yang sudah satu tahun
pasif tersebut. Pada 16 Mei 2006 ada surat lagi dari Citibank yang confidential
berisi No. PIN ATM Visa Citibank yang ditujukan atas nama suami.
Karena credit card Citibank atas nama berdua juga berfungsi sebagai ATM,
tentunya ATM otomatis atas nama berdua. Tapi karena amplop ditujukan atas nama
suami, saya jadi ragu antara buka atau tidak. Karena biasanya nomor PIN perdana
adalah sebagai kunci untuk membuat nomor PIN rahasia baru, akhirnya saya buka
surat itu dan klik terbaca kode “9”, ternyata No. PIN ATM Visa Citibank 5445
(“9”).
Kode “9” dibalik kisah ini tersimpan makna bahwa ketika saya iklas
melepaskan credit card karena niat berbelanja sesuai kemampuan dan hemat
dalam menggunakan uang karena Allah, kali ini Dia percaya dan mengizinkan saya
menggunakannya. Artinya, fasilitas keuangan apa pun termasuk credit card adalah
fasilitas untuk dipergunakan sesuai kebutuhan, bukan untuk dipergunakan belanja
yang bersifat konsumtif dan berhutang.
28
“9” CODE Angka Fenomenal Religius
Kode “9” Di Balik Pulsa
Saya merasa nyaman menggunakan hp dengan pulsa prabayar. Kali ini saya
titip Chika untuk beli pulsa electronic dari temannya yang baru jual pulsa di
sekolahnya, dengan tujuan menolong agar temannya itu merasa senang. Besoknya
hari Jum’at tanggal 16 Juni 2006 ketika saya sedang menulis buku ini, ada berita
dari provider Telkomsel melalui SMS bahwa saya sudah mengisi pulsa sebesar Rp.
100.000,- dan ketika saat itu saya lihat SMS di hp, terlihat klik jam di layar kaca
hp menunjukkan tepat pukul 09.00 (“9”).
Di pikiran saya harga pulsa electronic Rp.100.000,- akan dijual dengan harga
logika di atas Rp.100.000,-. Sepulang sekolah Chika tanya apakah pulsa sudah saya
terima sambil mengatakan harga pulsa klik hanya Rp. 99.000,- (“9”).
Peristiwa sehari-hari yang terlihat sepele, sebenarnya banyak menyimpan
makna yang menyiratkan Allah sedang menyaksikan pekerjaan kita sampai sekecilkecilnya.
Dalam hal ini, Allah menambahkan perbendaharaan peristiwa “9” sebagai
materi buku yang menyiratkan pesan bahwa interaksi sehari-hari antar manusia
sekecil apa pun itu hendaklah penuh dengan niat baik. Niat baik kepada orang lain
sekecil apa pun dan menyenangkan orang lain dalam hal positip selalu
mendapatkan ridho Allah.
Kode “9” Di Balik Infotainment
Saya termasuk orang yang jarang nonton acara televisi kecuali siaran berita
atau berita ilmu pengetahuan. Apalagi nonton berita gosip mengenai selebriti. Tetapi
akhir-akhir itu sejak awal Desember 2006 sampai berita tragis tewasnya artis
penyanyi fenomenal Alda Risma tanggal 12 Desember 2006, hati saya tergetar
melihat berita gosip infotainment di televisi dan begitu antusias mengikuti
perkembangannya. Karena berita berita gosip tersebut adalah realita kehidupan
dari poligami, perselingkuhan, skandal seks, aborsi, pembunuhan, narkoba sampai
penggelapan yang terkuak membelalakan mata, menghentakkan hati, perasaan luka
dan trenyuh prihatin karena cukup ironis dan tragis.
Mulai dari poligami ulama, perselingkuhan dan skandal seks seorang anggota
wakil rakyat yang diikuti aborsi selingkuhannya, pembunuhan yang dilakukan oleh
seorang artis muda dua puluhan bersama dengan ibu dan pamannya, dan terakhir
tewasnya artis penyanyi muda dua puluhan. Bahkan baru saja beberapa jam
pemakamannya, ibunya ditangkap polisi karena kasus penggelapan. Berdebar saya
menontonnya, ternyata semua hal itu menyentuh hati saya, “Astafirullahalazim,
ampunilah hamba Mu ya Allah”.
Berita pertama yang cukup memalukan dan ironis adalah terkuaknya skandal
seks seorang anggota wakil rakyat dan funsionaris suatu partai dari bidang
kerohanian dengan pasangan selingkuhannya artis dangdut. Aborsi yang dilakukan
29
Kode “9” Di Balik Peristiwa
dan rekaman video adegan mesum mereka tersebar diketahui publik. Mereka
menuai aibnya, yang pria gagal menjadi contoh rakyat dan terjungkal dari karir
politiknya, dan yang perempuan berurusan dengan kepolisian menyangkut masalah
aborsi dan pemerasan yang diduga dilakukannya terhadap keluarga pria. Entah apa
sanksi untuk mereka berdua dalam proses hukum yang kemudian akan dijalankan
ketika itu.
Berita kedua menyeramkan, seorang artis muda dua puluhan dituntut tujuh
belas tahun penjara karena terbukti melakukan serangkaian pembunuhan bersama
ibu dan pamannya. Ibu dan pamannya dituntut hukuman seumur hidup. Korban
pembunuhan adalah pacarnya yang dianggap ibunya sebagai penghalang karir anak
perempuannya dalam dunia sinetron.
Berita ketiga begitu tragis, tragedi tewasnya artis pelantun lagu “Aku tak
biasa” yang pernah meledak bernama Alda Risma Elfariani. Ditemukan tewas di
sebuah kamar hotel dengan darah berceceran di sekitar tempat tidur, jarum suntik
narkoba, minuman keras dan kondom bersama pacarnya dan beberapa orang lain
dengan dugaan sementara pesta narkoba, pemerkosaan, sampai kemungkinan
dibunuh.
Bahkan ketika keluarga mereka baru saja tahlilan di rumah duka malam hari, si
ibu langsung disergap polisi karena menjadi target pencarian polisi dalam kasus
kejahatan penggelapan mobil yang selama dua tahun ini sulit ditangkap karena
selalu berpindah-pindah tempat, begitu menurut berita tersebut.
Alda dinyatakan tewas hari Selasa sore tanggal 12 Desember 2006, setelah
menginap sejak hari Minggu tanggal 10 Desember 2006 di Hotel Grand Menteng,
Jalan Matraman, Jakarta, kamar nomor 432 (“9”).
Alda dilahirkan pada tahun 1982 dan ternyata datang dari tengah-tengah
keluarga yang bersaudarakan “9” orang.
Bait dalam lagu Alda berjudul “Aku Tak Biasa” pada tahun itu tanpa orang
sadari seakan menceritakan kisah masa depan dirinya sendiri yang begitu
fenomenal. Baru satu kali membuat rekaman dengan lagu tersebut, namanya
langsung melejit dengan popularitas dan kemewahan yang didapat secara tiba-tiba,
namun karirnya hanya bertahan di tahun itu pula, yaitu tahun 1998 (“9”).
Disaat jaya-jayanya tersebut, Alda memiliki rumah dan mobil mewah Jaguar
warna silver metalik dengan nomor polisi B 369 AR (“9”).
Rasa keingintahuan perkembangan berita infotainment kemudian sirna
dengan sendirinya setelah akhirnya tertangkap makna kode “9” dalam tragedi Alda.
Kode “9” seakan menutup layar tontonan saya di depan televisi yang menggetarkan
hati dan penuh pelajaran berharga. Angka “9” sebagai angka fenomenal
menyiratkan bahwa semua itu adalah peristiwa yang mempertontonkan aib di
hadapan saya sebagai contoh isi kehidupan yang tidak kembali kepada Allah,
30
“9” CODE Angka Fenomenal Religius
sehingga sudah mendapatkan ganjaran di dunia bagi yang melampaui batas dan
tidak berujung pada pertobatan.
Tanpa sengaja terdengar di televisi bahwa kisah Alda ini kemudian ditutup
dengan keputusan pengadilan yang menghukum pelakunya sebagai pembunuhan
berencana dengan hukuman lima belas tahun penjara pada bulan Agustus 2007
tanggal “9”.
Kode “9” Di Balik Lelucon
Awal tahun 2007, Jakarta tertimpa bencana banjir besar lima tahunan. Rumahkedua
ibu terletak di jalan Otista Jakarta Timur terbenam air setinggi atap. Selasa
20 Februari 2007, saya dan sepupu Apik dibantu dua pembantu bermaksud
mengambil perhiasan dan pakaian di kamar tidur ibu yang masih kotor.
Entah mengapa dalam perjalanan pergi dari rumah-pertama ibu di sebelah
rumah saya ke rumah-kedua ibu di Otista dan pulang dari rumah-kedua ke rumahpertama,
saya begitu antusias tidak bisa berhenti menceritakan kode “9” dan
kesaksian “Yesus” kepada Apik. Apik pernah mengalami satu kali bersaksi dan
berinteraksi dengan kode “9” bersama saya yang dikisahkan dalam Bab IV: dengan
tajuk Mushollah Di Balik Kode “9”, seakan ditambahkan lagi pengalaman Apik
bersaksi dan berinteraksi dengan kode “9” bersama saya, maka dari pergi hingga
pulang sambil menceritakan kode “9” ternyata kode “9” itupun selalu bersama
menyertai kami, sebagaimana peristiwa di bawah ini :
Mobil berangkat dari rumah-pertama menuju rumah-kedua ibu. Chika ikut di
mobil untuk berhenti di rumah temannya Mia yang dilewati. Begitu tiba di rumah
Mia, teman-temannya sudah di mobil Mia yang sedang beranjak jalan meninggalkan
rumah bermaksud pergi. Detik itu Apik sedikit terganggu konsentrasi dan berhasil
mengatur posisi mobil berada di depan mobil Mia agar mereka melihat kedatangan
Chika. Chika pun turun mobil terburu-buru di depan mobil Mia dan untung tidak
tertinggal. Keseruan dalam detik itu cukup membuat semua merasa lega karena
waktunya begitu tepat. Karena waktunya tepat, sambil berkelakar Apik
menunjukkan waktu di mobil yang bermuatan kode “9”, yaitu pergi dari rumahpertama
pukul 2.25 (‘9").
Apik menerima penjumlahan “9” seperti suatu lelucon yang lucu membuat dia
tertawa, walau bagi saya ada sedikit klik. Awalnya saya tidak catat karena tidak
menyangka akan ada kelanjutan kode “9” berikutnya. Ketika tiba di rumah-kedua
ibu sambil memarkirkan dan mematikan mesin mobil, Apik kembali tertawa sambil
tangannya menunjuk arah jam yang menunjukkan tiba di rumah-kedua pukul
3.33 (“9”).
Setelah pekerjaan selesai di rumah-kedua, mobil beranjak jalan pulang ke
rumah-pertama ibu. Ketika pagar sudah ditutup, kali ini saya melihat jam di mobil
31
Kode “9” Di Balik Peristiwa
baru saja berpindah ke pukul 5.05. Jam di mobil ketika pulang dari rumah-kedua
pukul 5.04 (‘9").
Ketika dalam perjalanan pulang menyetir mobil, situasi yang sama terjadi
ketika perjalanan pergi, Apik sedikit terganggu konsentrasi lagi dan berhasil
mengatur posisi mobil. Gangguan kecil kali ini agar terhindar dari sentuhan mobil
yang memepetnya. Tanpa saya memperhatikan mobil itu, kali ini Apik menunjuk
mobil dan nomor plat mobil yang memepetnya. Karena sudah semakin banyak
perbendaharaan peristiwa yang mengandung muatan “9” hari itu dan karena takut
lupa, saya mencatat di kertas kecil mobil yang memepet bernomor plat B 117
TW (“9”).
Kesibukan lain membuat saya tidak memperhatikan jam tiba di rumah-pertama
ibu sore itu. Sebelum mencabut kunci mobil, kali ini Apik sudah “heran” sambil
tertawa memanggil manggil saya untuk bersama-sama melihat jam di mobil bahwa
tiba di rumah-pertama pukul 6.12 (“9”).
Lucunya, di perjalanan pulang maupun pergi, Apik mengalami dua hal yang
sama. Pertama, ketika pergi mengalami gangguan konsentrasi kecil dengan mobil
Mia dan ketika pulang mengalami gangguan konsentrasi kecil dengan mobil yang
menyerempet. Kedua, ketika berangkat dari rumah-pertama pukul 2.25 dan tiba di
rumah-kedua pukul 3.33, serta pulang dari rumah-kedua pukul 5.04 dan tiba lagi di
rumah-pertama pukul 6.12. Lamanya waktu dalam kedua perjalanan tersebut klik
dengan kode “9”, karena memakan waktu yang begitu tepat sama yaitu masingmasing
1 jam 8 menit. Jika ditulis dengan tidak kehilangan makna bisa seperti ini
1’8" (“9”).
Apik tanya apa makna kode “9” di balik kisah ini. Saya katakan bahwa Roh
Kebenaran bersama kita dan ada kekuatan yang mampu mengatur gerak dan
keinginan kita secara detail. Allah sedang memperlihatkan kepada Apik dan
bersaksi untuk yang kedua kalinya bahwa kode “9” yang sedang saya ceritakan
kepadanya sepanjang perjalanan pergi pulang, bukanlah bualan belaka. Tidak saya
sangka, Apik diizinkanNya bersaksi dan berinteraksi dengan kode “9” bersama
saya untuk kedua kalinya, agar rasa heran Apik menjadi sedikit naik tingkat.
Kehidupan selalu menyembunyikan kebenaran yang datang dari Allah dan
kebenaran itu dapat ditemukan manusia dengan bermacam-macam cara melalui
limpahan karuniaNya. Begitu pula angka “9” yang menyembunyikan kode bahwa
Allah menyertai melalui berita yang tidak terkesan seram-seram tapi terkadang
lucu seperti lelucon.
Kode “9” Di Balik Kuitansi
Di akhir kelas 3 SMA, Chika sedang banyak-banyaknya membayar kebutuhan
sekolah dari jumlah besar sampai yang kecil-kecil. Berkali-kali Chika minta uang
32
“9” CODE Angka Fenomenal Religius
untuk satu keperluan, padahal suami merasa sudah berkali-kali pula memberikannya.
Sedikit ketegangan antara Chika dan suami membuat Chika malas minta
uang untuk macam-macam pembayaran berikutnya padahal ia perlu. Merasa
kasihan dengan Chika, saya sarankan Chika untuk tulis semua kebutuhannya di
atas kertas dan saya yang mintakan kepada suami. Suami ternyata tidak suka cara
minta uang dengan hanya menyodorkan kertas seperti itu, akhirnya saya dan suami
jadi agak tegang. Walau pembayaran sudah mendesak dan uang belum ia berikan,
saya tinggalkan keadaan perdebatan seperti itu dan menasehati Chika agar
dibiasakan minta kuitansi untuk setiap pembayaran.
Setelah uang diberi dan Chika membayar, ternyata memang Chika sudah
beberapa kali membayar tapi dengan cara mencicilnya terlihat dari catatan si
penerima uang. Namun kali ini Chika jadi belajar peduli dengan kuitansi atas uang
yang sudah ia bayarkan. Kuitansi yang jadi perhatian bersama itu membuat Chika
memperhatikan tulisan yang tertera di atasnya dan ia surprise dengan mengatakan
kepada saya kode “9”. Ternyata pembayaran keperluaan di bulan Maret 2007
tersebut dalam suatu hari tertanggal “9” dengan nomor kuitansi “9”.
Lucu memang cara Allah agar saya selalu mengingatNya melalui kode “9” ini.
Kode “9” ini tersembunyi bukan hanya dalam masalah yang dianggap besar bagi
dunia fana, tapi lebih sering justru dalam peristiwa kecil sehari-hari namun mampu
memancing pergumulan antara emosi dan pengendalian hati. Kode “9” di sini
meminta saya untuk panjang bersabar menghadapi situasi kehidupan yang kadang
muncul tanpa diundang.
Kode “9” Di Balik Air Jordan
Dilihat dari masalahnya, meminjam buku adalah peristiwa kecil sehari-hari.
Tapi justru dari hal kecil sehari-hari itulah banyak pelajaran ujian praktikal yang
didapat sehubungan dengan pengendalian hati dari rasa tidak sabar, emosional dan
prasangka buruk.
Buku pertama ketika Chika sudah kelas 3 SMA, saya perlu wawasan
mengenai universitas termasuk membaca buku “Kuliah Ke Luar Negeri” yang baru
dibeli. Ketika mencarinya di rak buku, ternyata buku tersebut dipinjam Hafis teman
sekolah Chika. Puluhan kali saya tanyakan Chika untuk mengembalikan buku
tersebut sampai hampir terpancing rasa tidak sabar, emosional dan prasangka
buruk, saya menghubungi ibunya ingin bicara dengan Hafis dengan maksud agar
ibunya mengetahui hal ini dan mengembalikan buku itu. Berbulan-bulan buku
tersebut masih belum juga dikembalikan, sampai ketika saya menulis buku ini hari
Selasa tanggal 13 Maret 2007, sebelum rasa sabar, emosional dan prasangka buruk
terpancing, Allah memberikan kode “9” yang membatalkan rasa tersebut dalam
kisah serupa yang lain di bawah ini.
33
Kode “9” Di Balik Peristiwa
Buku kedua kali ini komik koleksi kesayangan Ocha adik Chika dipinjam Ivan
teman Chika. Karena sudah biasa ke rumah, Ivan mengambil sendiri beberapa
komik dari rak lalu dikembalikan setelah membaca untuk meminjam lagi beberapa
seri berikutnya. Hari Minggu 11 Maret 2007, saya melihat Ivan mengambil lagi
beberapa komik dari rak sebelum mengembalikan komik yang dia ambil sebelumnya.
Chika tidak begitu perhatian dengan seri apa yang diambil Ivan dari rak,
sementara saya tahu betapa komik tersebut koleksi kesayangan Ocha. Hal pengambilan
dan pengembalian komik tersebut menjadi kepedulian sehingga saya minta
Chika klarifikasi dengan Ivan berapa buku yang ia pinjam yang belum dikembalikan
dan berapa buku yang ia ambil lagi hari itu. Saya pesankan untuk lain kali
dibiasakan meminjam komik yang baru setelah mengembalikan komik yang lama.
Ketika Selasa pagi menulis buku ini di komputer, terlihat jelas di hadapan saya
ada bagian lowong dalam rak dengan deretan komik yang tersusun rapi sehingga
menjadi perhatian untuk melihat nomor seri komik yang lowong tersebut. Terlihat
klik tak terduga nomor seri komik yang lowong tersebut yang ternyata merupakan
salah satu dari beberapa komik yang sedang ditunggu pengembaliannya dari Ivan.
Tanpa sepengetahuan saya ternyata hari Senin malam Ivan sudah mengembalikan
semua komiknya termasuk yang lowong satu itu. Beberapa komik sudah diletakkan
kembali ketempatnya semula, sementara satu komik bernomor seri klik yang
lowong dari rak tersebut belum terlihat. Baru timbul proses hampir tidak sabar,
emosional dan prasangka buruk di hati, “Mana buku satu itu?, tiba-tiba mata saya
langsung melihat satu komik tergeletak di rak kaca sebelahnya dan ketika saya
ambil untuk meletakkannya kembali dalam rak, ternyata komik itu adalah komik
yang lowong berjudul dan bernomor seri klik “Air Jordan “9”.
“Ha.. ? “9” ?. Ketika kode “9” hadir, saya langsung prihatin dan malu sendiri
dengan rasa emosional, tidak sabar dan prasangka buruk yang hampir hadir di hati
detik itu. Kode “9” dibalik kisah komik ini bermakna bahwa Allah sedang
memberikan contoh bagaimana sebaiknya menyikapi buku satu lagi yang sedang
dipinjam itu. Sehingga kali ini saya sikapi peminjaman buku “Kuliah ke Luar
Negeri” yang sangat saya perlukan itu dengan praktek pengendalian terhadap
emosi, sabar, dan prasangka buruk.
Ketika bersikap seperti itu tumbuh dengan iklas, tidak disangka-sangka dua
bulan kemudian hari Minggu tanggal 06 Mei 2007 ketika ada pertemuan orang tua
di kantor bimbel tempat Chika dan Hafis belajar, mata saya menengok ke kiri dan
seakan buku yang sedang saya cari-cari tersebut berkata halo memperlihatkan
dirinya bahwa selama itu ia ada di rak buku kantor tersebut. Nampaknya Hafis
lupa meletakkan buku tersebut sehingga berbulan-bulan tersimpan di sana.
Cukup lama saya baru dapat menarik inti makna kode “9” di balik komik Air
Jordan “9” ini. Ternyata, pengajaran dari Allah mutlak hanya bisa tertangkap dalam
keheningan hati. Introspeksi pun baru hadir mutlak saat dalam keheningan hati.
34
“9” CODE Angka Fenomenal Religius
Begitu pula metodelogi pengajaran Allah kepada saya dengan tiga kali
pengulangangan tertangkap dalam keheningan hati melalui kisah ini. Inti makna di
balik Air Jordan berkode “9” ini baru tertangkap belakangan ketika buku “9” Code
ini sedang dalam proses pencetakan dan saya masih mempunyai kesempatan
menyempurnakan tajuk ini, sebagaimana dikemukakan di bawah ini dalam kisah
buku ketiga.
Buku ketiga. Sementara peristiwa dengan komik Air Jordan sedang
berlangsung saat itu, pada saat bersamaan saya pun sedang meminjam buku komik
Kho Ping Ho dari teman Tuti. Bacaan zaman saya masih kanak-kanak ini bersifat
mendidik dan sekarang sudah sulit ditemukan atau bisa dibaca melalui internet.
Saat teman Tuti mengatakan ia memiliki koleksi komik itu, maka teman Neni
meminjam lima seri yang kemudian dipinjamkan kepada saya bergantian untuk
dibaca anak-anak kami. Setelah komik dipinjamkan kepada Ocha yang tinggal di
Bandung, lalu lintas komik agak terhambat untuk dikembalikan dan saya masih
menganggapnya remeh belum juga mengembalikannya kepada Tuti. Karena Neni
lama menunggu kembalinya komik dari saya, saya menyarankan Neni untuk
meminjam seri berikutnya kepada Tuti. Tapi ternyata Tuti menyarankan Neni untuk
mengembalikan komik yang dipinjam dulu sebelum pengambilan seri berikutnya.
Melihat sikap yang terkesan “sulit” itu, cepat saya mengembalikan komik yang
belum sempat terbaca dan berjanji dalam hati tidak mau meminjam lagi karena
kuatir mengganggunya. Tetapi dalam hati saya bersungut-sungut dengan sikap
“sulit”nya itu. Artinya, sejak saat itu dalam hati saya sudah tersimpan “tidak ada
pengertian” kepada Tuti, walau saya sendiri menyikapi komik Air Jordan persis
seperti sikap Tuti. Berteman dengan menyimpan perasaan “tidak ada pengertian”
seperti ini, ternyata sulit untuk dapat melahirkan “ketulusan”.
Belakangan, dalam keheningan hati di bulan puasa Ramadhan tanggal 03
Oktober 2007 , barulah terbuka “pengertian” itu dengan hadirnya introspeksi.
Introspeksi yang menyadarkan saya bahwa tanggapan Tuti terhadap komik Kho
Ping Ho persis seperti tanggapan saya terhadap komik Air Jordan saat itu. Barulah
saya dapat menanggapi cara Tuti itu dengan penuh pengertian dan dapat tulus
kembali berteman dengannya. Barulah tertangkap makna kode “9” di balik Air
Jordan berseri “9” ini berikutnya adalah “introspeksi”. Luar biasa ... !!!
Kode “9” Di Balik Sepak Bola
Ocha seorang penggemar sepak bola. Hari itu ia sedang pulang ke rumah dari
Bandung saat Asian Cup 2007 berlangsung. Asian Football Club ( AFC ) saat itu
akan mempertandingkan Indonesia melawan Saudi Arabia di Stadion Gelora Bung
Karno, Senayan – Jakarta.
Mumpung sedang berada di rumah bukan di Bandung, Ocha ingin menggunakan
kesempatan itu untuk menonton pertandingan sepak bola. Sengaja Ocha
35
Kode “9” Di Balik Peristiwa
membeli majalah Bola untuk mengetahui dimana penjualan tiket itu. Diiklankan
bahwa penjualan tiket ada di beberapa titik sekitar area Senayan. Tapi suami
mengatakan percuma saja mencari tiket karena semua tiket untuk pertandingan
hari itu sudah habis terjual sesuai berita yang ia baca di internet.
Melihat Ocha begitu kecewa dengan informasi itu, saya merasa kasihan tidak
tega kepadanya. Walau diinformasikan tiket sudah habis dan saya tidak tahu lokasi
beberapa titik di area Senayan yang menjual tiket itu, dengan berpengharapan
positif saya dan Ocha tetap pergi berniat membeli tiket pada hari Jum’at itu.
Tidak bertemu dengan beberapa titik di area Senayan yang menjual tiket,
bertambah lagi rasa kasihan saya kepadanya. Wajah sedih Ocha membuat saya
terus antusias mengelilingi Senayan dengan sepenuh-penuhnya pengharapan
sampai terbaca papan iklan sepak bola Saudi Arabia melawan Indonesia yang
bertuliskan : Tiket dijual di Pintu IX (“9”).
“Aha “9”...!!! Ada tiket Cha...!!! Cepat saya turun mobil menanyakan arah
ke pintu IX Senayan. Begitu sampai di pintu IX, terlihat orang-orang di loket
penjualan tiket sedang berkemas untuk ditutup. Setelah tiket dibeli dan mobil
melaju, terlihat loket sudah rapi tertutup. Terasa ada yang mengatur agar saya
mendapatkan tiket, baru kemudian loket ditutup. Karena ketika saya bertanya
mengapa loket sudah ditutup, seorang berkata, “Tadi ibu pembeli terakhir”.
Ternyata saya pembeli terakhir tiket sepak bola Indonesia melawan Saudi Arabia
dengan kursi bernomor 7 dan 8 pada tanggal 14 Juli 2007 dengan kick-off pukul
19:35 (“9”).
Wajah bahagia Ocha membuat saya bahagia. Saya singgung kode “9” ini di
hadapannya dan ternyata hari Jum’at itu tanggal 13 – 07 – ’07 (“9”).
Kode “9” di balik kisah sepak bola ini bermakna Allah berkehendak
menunjukkan saya bahwa Dia selalu menyertai setiap langkah sebagai Maha
Pengatur. Dalam hal kecil yang berhubungan dengan rasa kasih di hati, Dia selalu
mendukung. Luar biasa...!!!
Kode “9” Di Balik UI
Ujian Akhir Nasional (UAN) sebagai program dari pemerintah tahun ajaran
2005 – 2006 bagi pelajar SMA kelas 3 ketika itu menghasilkan banyak pelajar yang
termasuk pintar dikelasnya tapi tidak lulus UAN, sehingga bagi yang tidak puas
dengan hasil UAN tersebut mengadakan demo kepada pemerintah mengusulkan
perbaikan sistem UAN.
Karena kuatir hal tersebut bisa menimpa Chika, yang ketika itu duduk di kelas
3 SMA tahun ajaran 2006 - 2007, maka sejak awal kelas 3 ia sudah dimasukkan ke
dalam kelas bimbingan belajar (bimbel) untuk persiapan menghadapi UAN
mendatang. Ketika waktu UAN sudah dekat, banyak orang tua yang lebih merasa
36
“9” CODE Angka Fenomenal Religius
mencekam dari pada anaknya itu sendiri, termasuk saya sebagai orang tua di
antaranya yang turut merasakannya.
Untuk menghindari siswa menyontek kepada teman sebelahnya, panitia UAN
membuat lembar soal ujian yang berbeda antara masing-masing siswa yang duduk
bersebelahan yang ditandai dengan kode. Selasa 17 April 2007 hari pertama UAN
diadakan di seluruh Indonesia, hilanglah semua rasa kekuatiran saya yang tidak
perlu dan menjadi percaya insya Allah Chika bisa lulus UAN, ketika Chika
mengatakan kepada saya bahwa dia mendapat lembar soal yang memberikan kode
“9”. Lembar soal A berkode 12, sementara Chika mendapatkan Lembar Soal B
dengan kode 45 (“9”).
Chika ternyata lulus UAN. Setelah tugas UAN berakhir, Chika mempersiapkan
diri untuk masuk Universitas Indonesia melalui SPMB (Seleksi Penerimaan
Murid Baru) 2007. SPMB yang biasanya dan rencananya akan diadakan tanggal
26 Juni, ketika itu berubah bulan Juli 2007 selama 2 hari pada tanggal 4 – 5 (“9”),
Mulai Senin 14 Mei 2007, Chika dan kelompok bimbel dikarantina selama satu
setengah bulan penuh untuk persiapan menghadapi SPMB. Selama satu setengah
bulan itu, Chika mendapat program intensif dengan masing-masing mata pelajaran
mengadakan pertemuan tatap muka sebanyak 18 kali (“9”).
Menjelang SPMB 2007 semakin dekat, pelajar yang minat belajar di bimbel
tersebut semakin bertambah banyak sehingga mereka digabung ke kelas Chika,
akibatnya Chika belajar kurang intensif karena kebanyakan orang dalam satu kelas.
Ketika Chika mengeluh kepada saya hal ini, saya sarankan Chika untuk
mengusulkan pengurangan jumlah orang dalam kelas agar belajar lebih intensif.
Beberapa hari kemudian Chika mengatakan kelasnya sudah diatur kembali dan
termasuk dia bersama teman-temannya yang lain yaitu Mia, Hafis, Ivan S., Ivan
O., Rodo, Toga, Togi, Bona dalam satu kelas semuanya berjumlah “9” orang.
Belajar secara intensif dalam bimbel tersebut membuat pelajar sering
melakukan latihan simulasi tryout. Lembar kerja tryout setiap pelajar secara umum
dibedakan antara pelajar IPA dan IPS. Untuk pelajar IPS diberi nomor umum
dengan awalan yang sama yaitu nomor 23607 …. (“9”).
Baru kemudian setiap pelajar mendapatkan nomor tetap perorangan di
belakang nomor umum tersebut yang akan dipergunakan untuk setiap tryout
diselenggarakan. Chika sebagai pelajar IPS mendapatkan nomor lembar tryout
23607 0009 (“9”).
Sebelum SPMB dilaksanakan, tryout terakhir diadakan pada hari Sabtu 16
Juni 2007. Nomor lembar tryout kemudian berubah, tapi Chika tertangkap nomor
kode soal yang tidak sengaja terlihat olehnya bernomor 612 (“9”).
Hari pertama SPMB 2007 kemudian tiba. Diselenggarakan tanggal 04 – 07 –
’07 (“9”).
37
Kode “9” Di Balik Peristiwa
Sebagaimana UAN, untuk menghindari siswa menyontek kepada teman
sebelahnya, panitia SPMB membuat lembar soal ujian yang berbeda antara masingmasing
siswa yang duduk bersebelahan yang ditandai dengan kode. Rabu hari
pertama SPMB diadakan di seluruh Indonesia, awalnya Chika mendapatkan lembar
soal dengan kode 541, tapi setelah sudah mulai bekerja ternyata lembaran Chika
ditukar dengan lembar ujian lain karena ada kesalahan, sehingga lembar ujian
tersebut menjadi perhatian Chika yang memaksanya melihat nomor kode yang
bertuliskan 540 ( “9” ).
Sebagai pintu gerbang lain masuk Universitas Indonesia 2007, Chika
mendaftarkan diri mengikuti UMPD UI (Ujian Masuk Program Diploma
Universitas Indonesia) 2007. Ketika Formulir Pendaftaran sudah diambil, waktu
pengembalian formulir masih panjang berdasarkan jadwal, tapi Chika sudah harus
mengembalikan formulir keesokan harinya. Ketika emosi saya dalam proses
terpancing, tertangkap tulisan warna merah pada kanan atas map seperti berkode
“tenang, tenang” kepada saya. Saya langsung tenang, ketika tertangkap kode “9”
yang bertuliskan Formulir ini harus kembali 21 – 06 – 2007 (“9”).
Ketika membaca Tata Tertib Petunjuk Pendaftaran UMPD UI 2007, terbaca
sebagai berikut, “Untuk mengisi lembar jawaban, ikuti petunjuk pengisian lembar
jawaban pada buku petunjuk ini halaman “9””.
Jadwal UMPD UI 2007 pada hari Rabu dan Kamis mulai tanggal 11 – 07 –
2007 (“9”).
Melalui UMPD UI 2007 Allah menetapkan Chika untuk diterima sebagai
mahasiswi Universitas Indonesia dalam pilihan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,
jurusan Program Studi Inggris yang berkode 2709 (“9”).
Ketika orientasi mahasiswa/i UI diadakan di Balairung UI hari Selasa, saya
menyempatkan diri mengantarkan Chika ke kampus. Lingkungan sekitar Balairung
UI yang asri menggerakkan saya meneruskan tulisan buku ini ketika baru saja
merasa mendapatkan materi baru dalam tajuk “Kode”9" Di Balik Kata Pengantar,
Bab XI. Ketika duduk lesehan teduh di tepi danau di bawah pohon rindang sedang
menulis, ternyata jalan di sebelah kiri saya berjarak lebih kurang lima meter adalah
arah mobil yang langsung menuju saya untuk kemudian baru berbelok ke kanan,
sehingga ketika sedang menulis itu hadir perasaan takut ada orang yang lalai
membantingkan setir mobil berbelok kanan yang bisa berakibat celaka akan
menimpa saya.
Dalam keadaan hati ragu untuk pindah tempat, saya ambil Injil di mobil untuk
memastikan Firman Allah yang saya tulis itu tidak salah. Ketika ingin kembali dari
mobil ke tempat lesehan, mata saya menangkap klik kode “9” seakan menyampaikan
berita perlindungan Allah yang saya tangkap dengan pengertian bahwa tidak
akan ada celaka di situ ketika terlihat mobil Suzuki X over SX4 berwarna hitam
yang sedang parkir tepat di sebelah kanan saya bernomor plat B 1098 GT (“9”).
38
“9” CODE Angka Fenomenal Religius
Kode “9” membuat saya yakin seyakin-yakinnya tidak akan ada celaka untuk
saya duduk di tempat teduh tersebut dan saya dapat meneruskan tulisan ini dengan
penuh konsentrasi. Ketika selesai menulis dan bermaksud menuliskan tanggal hari
itu, ternyata Selasa itu pun berkode”9" karena tertanggal 21 – 08 – ’07 (“9”).
Lokasi kampus UI di Depok yang cukup jauh dari tempat tinggal, membuat
sebagian besar mahasiswa/i UI mencari tempat tinggal kos di sekitar kampus untuk
efisiensi sumber daya. Chika akan mencoba kos untuk tiga bulan pertama kuliah di
UI, sebelum ada keputusan lain. Ketika suami menemukan area tempat tinggal kos
Chika, hati saya merasa kurang berkenan di area tersebut. Rasa ini kemudian
didukung oleh pesan mimpi yang disampaikan Allah melalui Chika yang saya
tangkap intinya adalah tempat kos di sana kurang aman. Segera kami mencari area
tempat kos lain dan bertemu tempat yang sangat menarik, tapi setelah ditelepon
ternyata kamar sudah terisi penuh. Ketika saya tetap ingin Chika tinggal di sana
dan mendaftarkan nama Chika di Home Strawberry, operator di telepon
mengatakan bahkan waiting list sudah 36 (“9”) orang.
Suara “36” dari seberang menyiratkan kode “9” yang menyimpan makna,
sehingga kode dan pesan mimpi saya respon dengan menyerahkan saja kepada
Allah pasti Chika menemukan tempat kos yang terbaik. Kemudian ada berita dari
teman Chika bahwa ada tempat kos dengan dua kamar yang masih kosong, tapi
setelah dia mendaftarkan diri malah berkata sudah penuh. Segera saya telepon
tempat kos dengan penuh pengharapan, ternyata benar tinggal sisa satu kamar lagi
yang masih kosong dan segera saya memesannya melalui telepon dengan penuh
keyakinan walau tidak melihat tempatnya terlebih dulu. Belakangan ternyata
banyak teman-teman Chika lainnya sudah tinggal kos di sana dan yang ternyata
orang tuanya adalah teman-teman saya dan juga teman suami sebelumnya. Makna
di balik kode “9” ini adalah Chika sudah mendapatkan tempat kos terbaik dan
aman.
Senin sore Agustus 2007, saya melengkapi keperluan Chika di tempat
tinggalnya yang baru, namun situasi kondisi membuat saya harus menginap hari itu
tanggal 27 (“9”).
Keesokannya sepanjang hari Selasa, saya mendapatkan kesempatan untuk
merasakan irama kehidupan Chika yang baru, seberapa jauh mungkin ada kesulitan
di sana sini yang menyangkut keamanannya. Ada dua kisah “9” sebagaimana di
bawah ini yang ternyata terjadi pada Selasa itu tanggal 28 – 08 – 2007 (“9”).
Pertama. UI menyediakan bis kuning keliling kampus yang gratis bagi setiap
penumpang. Dari tempat kos, Chika berjalan lebih kurang dua menit menuju
pemberhentian bis di kampus UI menuju Fakultas Ilmu Budaya. Ketika tiba di
tempat pemberhentian bis, sudah ada dua mahasiswi yang sedang menunggu bis
kuning UI. Ketika sudah lama menunggu, datang lagi mahasiswa memakai kaos
polos hitam bertuliskan warna putih dengan tulisan angka 90 (“9”).
39
Kode “9” Di Balik Peristiwa
“Wah ‘9’!” Saya beritahukan kepada Chika kode “9” tersebut, tapi detik itu
saya belum tahu maknanya. Lama ditunggu-tunggu, bis UI tidak kunjung datang,
akhirnya satu per satu kedua mahasiswi tersebut tidak sabar dan pergi. Melihat
kedua mahasiswi tersebut beranjak dari tempat itu, Chika sudah mulai tertular
gelisah. Di sinilah saya bisa ingatkan Chika pesan yang di bawa oleh kode “9”
bermakna untuk bersabar. Chika semakin gelisah karena waktu sudah kritis dan
saya ingatkan sekali lagi kode”9" yang ternyata bermakna untuk lebih bersabar.
Baru saja selesai saya bicara, terlihat bis UI sedang menuju kearah pemberhentian
bis dan Chika tidak terlambat. Pesan ini berlaku seterusnya bagi Chika dalam
menyikapi bis keliling UI di kampus UI.
Kedua. Hari itu, saya benar-benar berniat mempelajari kehidupan baru Chika
seharian. Setelah Chika kuliah, saya mengunjungi rumah komputer “Palaka” yang
berada di seberang tempat kos Chika. Saya lihat sekitar dan dipersilahkan pemilik
rumah untuk memilih tempat duduk dan menghidupkan sendiri komputer. Saya pilih
tempat yang paling nyaman untuk coba meneruskan tulisan ini dan setelah
komputer saya hidupkan, terbaca di layar komputer “Sembilan” (“9”).
“Ha..? “9”? Apa artinya?” Ketika sedang meneruskan tulisan di komputer,
terbaca pengumuman di dinding untuk langsung save setiap kata bahkan setiap
huruf karena resiko data bisa hilang dalam sekejap dan kehilangan data seperti itu
bukan tanggung jawab mereka. Saya langsung ngeri takut banyak virus di
komputer mereka dan meresponnya dengan bertanya kepada pemilik rumah, apa
arti kata “Sembilan” di layar komputer dan apa maksud pengumuman di dinding
tersebut. Ternyata, kata “Sembilan” adalah nomor komputer yang mereka berikan
pada setiap unit komputer yang ada di sana dan pengumuman itu diingatkan untuk
menjaga data karena lampu bisa mati mendadak.
Kode “9” bermakna Allah selalu menyertai dan melindungi tulisan ini, sehingga
saya merasa nyaman dan aman meneruskannya pada saat data yang ada di flashdisk
ketika itu memang riskan karena merupakan satu-satunya data dan belum
teramankan di tempat lain. Makna berikutnya memberitahukan bahwa tempat itu
aman, yaitu tempat sekitar daerah yang setiap hari dilalui Chika adalah aman.
Selain kode “9” mempunyai makna masing-masing pada tiap permasalahannya,
namun rentetan kode “9” dalam tajuk UI ini memberikan makna bahwa
Allah menyertai sepanjang perjalanan Chika menuju UI. Allah menyertai dalam
setiap keputusan sekecil apa pun dari awal tamat SMA, pencarian tempat kos
sampai lingkungan kehidupan baru sekitar kampus UI, sampai menutupnya
sebagaimana diungkapkan dalam penutupan Bab XIII. Dampaknya saya dapat
meninggalkan Chika di tempat barunya dengan perasaan tenang setenangtenangnya
dan perasaan aman di saat memang lokasi UI yang asri seperti hutan
meragukan saya untuk keamanan Chika tinggal di sekitar UI saat itu.
40
“9” CODE Angka Fenomenal Religius
Kode “9” Di Balik Infeksi
Hari itu Senin malam 14 Mei 2007, setelah saya dan Ocha mengatur
bagaimana ke rumah sakit mencabut jahitan bekas operasi kecil akibat infeksi di
telapak kakinya, Ocha mengambil keputusan atas kemauannya sendiri akan pergi
sendiri tanpa ditemani saya. Tentu ada kekuatiran seorang ibu membayangkan
anaknya yang masih kelas 2 SMA bergelut sendiri mencari informasi di rumah sakit
kelak yang belum pernah ia lakukan sendiri sebelumnya. Ketika Ocha menanyakan
saya alamat rumah sakit tempat tindakan operasinya dilakukan tanggal 28 April
2007 lalu, sambil mencari informasi dari berkas-berkas tempo hari operasi
dilakukan yang masih tersimpan, tanpa saya perhatikan, ternyata dari berkasberkas
tersebut tertera kartu berobat nomor antri 18 (“9”).
Awalnya tidak saya pedulikan nomor kode “9” itu karena nampaknya sepele
tidak ada pesan apa-apa. Keesokan harinya saat Ocha sendiri ke rumah sakit,
begitu terasa ketegangan Ocha yang berulang menelepon saya cari informasi. Dari
mencari ruang operasi yang tidak bertemu, bertanya di rumah sakit dan diminta
antri panjang sampai akhirnya ia memutuskan untuk mencabut jahitan ke rumah
sakit lain. Di R.S. Boromeus pun menunggu sampai sore baru dokternya datang.
Dengan segala pergumulan Ocha dan situasi benar-benar meminta perhatian dan
menimbulkan kekuatiran seorang ibu, barulah kode “9” dapat memainkan fungsinya
sebagai penenang mengingatkan jiwa saya bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Dari pukul 9 pagi Ocha berangkat sampai tiba di rumah pukul 5 sore hari itu,
barulah selesai perjuangan Ocha selama “9” jam.
Apakah kode “9” dulu yang datang untuk mempersiapkan batin menjadi tenang
atau apakah pergumulan batin dulu yang datang baru kemudian datang kode “9”.
Yang pasti, setiap ada pergumulan batin, di situ ada kode “9” sebagai tanda
kehadiranNya. CaraNya mengatur begitu terencana dan sempurna. Luar biasa!
Kode “9” Di Balik Heart Talks
Pertama, Minggu 20 Mei 2007 selepas ujian UT dari pagi sampai sore saya
penat dan mencoba santai melihat siaran televisi bersama Chika di rumah. Ketika
ada siaran program agama Kristen, saya ingin sekali mendengarkannya, tapi Chika
tidak tertarik dan memindahkannya ke program lain. Saya mengalah dan pindah ke
ruang lain untuk melanjutkan mendengar program tadi dan ternyata program itu
sudah selesai. Ketika remote control saya pindahkan, ternyata ada program agama
Kristen lain yaitu Heart Talks dalam siaran O’Channel dengan presenter pendeta
Gilbert L. Saat hati klik berkata “kebetulan ada program Kristen lain”, detik itu
pula pendeta Gilbert klik berkata “Anda tidak kebetulan menyaksikan program
ini”, tepat pada pukul 4.50 (“9”).
41
Kode “9” Di Balik Peristiwa
Saya tersenyum dengan ucapannya bisa tepat dengan kata hati saya yang
sesuai nama programnya hati bicara. Sehingga saya perhatian dengan program itu.
Saat sedang menyimak program, di layar kaca ada nomor berkedip eye catching
menarik perhatian yang ternyata adalah nomor fasilitas SMS yang disediakannya
untuk memperoleh SMS berkat langsung darinya dengan nomor 9090 “9”.
Ketika ternyata program ini menyediakan fasilitas tujuh hari setiap minggu dan
dua puluh empat jam sehari untuk layanannya di nomor telepon yang berkode “9”,
barulah saya catat informasi ini sebagai salah satu bahan materi buku ini. Telepon
layanan itu bernomor 722 7090 (“9”).
Karena program Heart Talks seakan main kode dengan saya, maka setelah
program ini berakhir, saya penasaran segera SMS ke nomor “9090”. Karena
dijawab untuk setiap pengiriman akan ditarik pulsa yang mahal, saya berniat
mengurungkan saja pengiriman SMS itu. Sebelum saya mengurungkan, sudah
datang SMS darinya di bawah ini pada saat hati baru merasakan mendapat a
miracle dari peristiwa “kebetulan” itu.
SMS “9090” pukul 17:03:51 tanggal 20 – 05 – 2007 :
“Haleluyah! Puji Tuhan! Selamat gabung bersama saya, kiranya SMS berkat
ini dapat menjadi berkat dalam hidup saudara setiap hari. Expect a miracle
everyday! Amen. Gilbert L.”
SMS berkat ini mengurungkan lagi menghentikan pengiriman SMS berikutnya.
Karena program ini seperti benar bicara dengan hati. Ketika SMS datang lagi
mengenai jadwal kepergiannya, saya pikir SMS ini tidak perlu dan berniat lagi
menghentikannya. Begitu terus berulang sampai saya membiarkan ia terus
mengirim SMS SMS “9090” berikut ini. Tidak bisa mengabaikannya, karena
datangnya SMS tepat bicara dengan hati.
Pada hari yang berkode “9”, detik sedang istirahat sebentar berbaring sambil
tercetus doa menitikkan air mata dalam hati masih ingat kata-kata SMS dari
“9090” dan berkata dalam hati “a miracle”, tiba-tiba SMS “9090” datang merespon
hati saya sebagai berikut :
SMS “9090” pukul 12:22:08 tanggal 22 – 05 – 2007 (“9”) :
“Gilbert L. Mukjizat masih tetap terjadi bagi setiap orang yang hidup dekat
dengan Tuhan, berjalan senantiasa dalam kekudusan, tidak mudah menyerah, tetap
beriman dan tetap berdoa”.
Ketika detik itu rasanya kehilangan keindahan hidup, SMS “9090” datang
merespon hati saya memberitakan empat nilai-nilai di bawah ini :
42
“9” CODE Angka Fenomenal Religius
SMS “9090” pukul 22:43:51 tanggal 25 – 05 – 2007 :
“Gilbert L. Tips untuk menjadikan hidup kita indah: 1) Bersyukurlah dalam
menghadapi segala hal, 2) Berpikirlah yang positif tentang semua orang, 3)
Hindarilah permusuhan, 4) Bersukacitalah”.
Ketika hati saya memang rawan bisa menjadi tidak berkemenangan dan
memang memerlukan nasihat seperti ini agar selalu berkemenangan, tidak
kebetulan kalau dia mengirimkan SMS berturut turut sebagai berikut :
SMS “9090” pukul 17:33:57 tanggal 26 – 05 – 2007 :
“Gilbert L. Kristus telah naik ke surga untuk menyediakan tempat bagi kita
karena itu Ia memberikan Roh KudusNya bagi kita sekalian agar kita hidup selalu
dalam kemenangan”.
SMS “9090” pukul 10:05:44 tanggal 27 – 05 – 2007 :
“Gilbert L. Di hari Pantekosta ini saya berdoa bagi saudara agar kuasa Roh
Kudus selalu membimbing dan menuntun kita agar senantiasa menjadi pemenang
dalam segala hal”.
Kedua, dua minggu kemudian tidak sengaja saya menyaksikan lagi program
Heart Talks ini. Ternyata, kata-kata “Anda tidak kebetulan menyaksikan program
ini” muncul lagi dan mungkin selalu diucapkannya pada pukul 4.50 (“9”).
Setelah program berakhir, ia menutup dengan kata-kata Firman Allah seperti
ini :
“Walau seribu orang rebah di sisimu, dan sepuluh ribu di sebelah kananmu,
tetapi itu tidak akan menimpamu”......
“Ha...? kata-kata itu! Adalah Firman Allah di surat Mazmur 91:7 yang
melekat di hati karena pernah digerakkan Roh Kudus membacanya saat dalam
kesesakan Ocha sakit, yang dikemukakan dalam tajuk “Walau Seribu Dan Kode
“9””, Bab XI.
Saya tidak mengenal Pendeta Gilbert. Kalau bertemu saya akan bertanya,
“Mengapa pendeta menutup program dengan kata penutup yang tidak ada relevansi
dengan isi program? Tapi jelas relevansi dengan hati saya? Apakah pendeta
mengucapkannya atas kuasa Roh Kudus yang sedang menghubungkan pendeta
dan saya?”.
Irasional rasanya mengatakan kata penutup itu menyentil hati saya seakan
salam dari “Yesus”. Sungguh Dia mengenal lubuk hati saya kalau begitu! Kepada
43
Kode “9” Di Balik Rumah
siapa dapat saya beritakan percakapan hati ini, kalau bukan memindahkan energi
ini ke buku ini.
Terasa ada yang hadir, merinding bulu roma saat saya baru sempat menuliskan
kisah Heart Talks kedua ke buku ini Selasa subuh. Ternyata hari Minggu saya
menyaksikan program Heart Talks waktu itu berkode “9” karena tertanggal 03 –
06 – 2007 (“9”).
Selasa subuh itu semakin terasa tegak bulu roma sekujur tubuh, saat detik
sedang menuliskan kisah ini ternyata hari itu berkode “9” tanggal 12 – 06 – 2007
(“9”).
Selasa siang saya kembali ke komputer melanjutkan kisah kedua yang belum
terpindahkan ke naskah ini. Tahulah saya tidak kebetulan kalau ternyata kisah ini
terpendam di hati sejak tanggal 3 sampai 12 Juni itu selama “9” hari.
Ketiga, dua kali minggu berturut-turut tanggal 12 dan 19 Agustus 2007,
sengaja saya duduk di depan televisi menyelidiki program ini apakah pendeta masih
mengatakan, “Anda tidak kebetulan menyaksikan program ini?”. Ternyata
tidak ada lagi perkataan seperti ini.
Sebagaimana tidak kebetulan saya menyaksikan program Heart Talks ini,
begitu pula tidak kebetulan melalui kode “9” ini pendeta berbicara dengan hati.
Makna kode “9” di balik kisah Heart Talks adalah ada kuasa Roh Kudus yang
sedang bekerja sempurna. Luar biasa!!
Cute Hairstyles To Keep Your Hair Up
-
*Title:* Cute Hairstyles to Keep Your Hair Up
*Introduction:*
Having long hair can be beautiful, but it can also be a pain to deal with
sometimes. Espec...
1 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar