Senin, 10 November 2008

"9" Code, Angka Fenomenal Religius

BAB II : KODE “9” DI BALIK TABIR
Tersingkapnya tabir, melahirkan kesadaran

Pengelaborasian kode “9” berawal tahun 2002 ketika tiba-tiba tersingkap tabir
“9”, yaitu kesadaran angka “9” terkuak menyingkap peristiwa hidup dari lahir
hingga sekarang yang ditandai dari masa kecil, ayah & ibu, saudara sekandung,
masa remaja, suami & anak-anak, sampai aktifitas lainnya dalam kehidupan saya.
Kesadaran yang sebelumnya tak terpikirkan sama sekali ini menghentakkan hati
betapa angka “9” mengelilingi saya terus menerus, sebagaimana dikemukakan
dalam tabir dan peristiwa berikutnya di bawah ini :
Kode “9” Di Balik Masa Kecil
Sebagaimana benih manusia sudah terkondisikan terkandung dalam rahim
perempuan selama “9” bulan, begitu pula saya berada dalam kandungan ibu selama
“9” bulan.
Tiba-tiba ada kepedulian saya dilahirkan dengan angka “9”, tepatnya bulan
Februari 1961, saya lahir tanggal “9”.
Dari bayi hingga tahun 1972, saya tinggal bersama orang tua dengan melewati
masa kecil di rumah Palembang, Jalan Rengas No. “9”.
Tahun 1973 kami sekeluarga pindah ke Jakarta dari Palembang. Sejak tahun
1976 kami menetap di kediaman berlokasi di Otista, Jakarta Timur sampai masingmasing
saudara berkeluarga dan menetap di rumah sendiri-sendiri. Selama itu, saya
tidak tahu luas tanah rumah ibu, sampai 28 Februari 2007 – ketika mengurus balik
nama sertifikat rumah ibu, terbaca bahwa luas tanah rumah ibu yang saya tempati
dari remaja sampai sebelum menikah adalah 189 m2 (“9”).
Kode “9” Di Balik Ayah Ibu
Ketika itu kami keluarga besar seakan tidak percaya dengan kepergian ayah
ke alam baka secara mendadak, karena tidak ada tanda-tanda menjelang
8
“9” CODE Angka Fenomenal Religius
kepergiannya. Rupanya kehendak Allah telah memanggil ayah meninggal dunia
tanggal 27 (“9”).
Bukan hanya tanggal yang berkode “9”, namun jumlah angka, bulan dan tahun
kepergiannya pun mengisyaratkan kode “9”, tepatnya pada 27 – 10 – 1997
(“9”).
Ketika keluarga menyerahkan saya mengurus keperluan balik nama sertifikat
rumah dari nama ayah menjadi nama ibu, Rabu 28 Februari 2007 terbaca dalam
Surat Keterangan Kematian Penduduk WNI, bahwa ayah meninggal dunia
pukul 06.30 (“9”).
Seakan Allah menyingkapkan lagi perbendaharaan kode “9” di balik tabir yang
masih tersembunyi belum saya ketahui. Pada hari Sabtu tanggal 21 April 2007,
sepulang kakak beradik ibu dari umroh tanah Mekkah, tiga saudara sekandung ibu
yang semua sudah berusia lanjut berkunjung ke rumah-pertama ibu yang
bersebelahan dengan rumah saya. Sambil ngobrol santai tercetuslah umur masingmasing
dari yang tertua kami panggil uak El berumur 86 tahun sampai termuda 73
tahun. Dengan perbedaan usia begitu jauh yaitu 13 tahun, terbukalah tabir ternyata
sebenarnya ibu bersaudara sekandung “9” orang.
Dikarenakan saudara-saudara kandung di atas ibu sudah meninggal dunia
ketika ibu lahir, sehingga semasa kecilnya ibu hanya mengenal 4 (empat)
bersaudara kandung hingga saat itu. Ternyata ibu merupakan anak terakhir yaitu
anak yang ke “9”.
Berapa bulan sebelum mereka umroh saya sudah mendapat pesan mimpi bahwa
uak El sudah tiada dan saya laporkan hal ini kepada ibu dan adik Diana. Sepulang
umroh, secara fisik uak El masih ada, tapi entah mengapa nurani saya berkata –
karena terus mengikuti pesan mimpi, “Sesungguhnya uak El sudah tiada secara
rohani dan entah sekarang dalam hitungan ke berapa”. Ternyata tidak berapa lama
uak El sakit-sakit dan meninggal. Saya merespon pesan mimpi ini biasa saja karena
saya berpikiran bahwa semua orang memang akhirnya akan wafat.
Sebagai penutup tajuk ini dan ketika buku “9” Code dalam proses pengeditan,
hari Rabu tengah malam sudah jatuh hari Kamis, saya terbangun mendapatkan
pesan mimpi lagi dengan ilustrasi sebagai berikut.
Pesan mimpi tanggal 16 – 08 – 2007 :
“Uak El terlihat muda seusia anaknya sedang tertawa lepas bahagia di tempat
tidurnya di atas bersama anaknya di tempat tidur di bawah”.
Mimpi ini bermakna uak El bahagia di alam sana. Tapi benak saya terus
berpikir ada pesan apa di balik mimpi ini dan mengapa diberitakan kepada saya?
Saya tergerak menanyakan waktu berpulang uak El dan ternyata uak El wafat
Juni 2007 tanggal “9”.
9
Kode “9” Di Balik Tabir
Artinya, saat di rumah saya itu uak El sudah dalam alam seratus (100) hari
kepulangannya. Jika saat itu adalah hitungan satu hari pertama menuju empat puluh
(40) hari, maka setelah melalui alam 40 hari itu, uak El berpulang tepat pada hari
ke “9”.
Begitu pula adik kandung ayah yang kami panggil Neng Rusli. Saya
diberitakan ia sakit berat pada hari Sabtu tanggal 18 (“9”). Pada keesokan harinya
sudah diberitakan berpulang ke alam baka pada tengah malam dinihari Minggu,
sehingga tepatnya tanggal kejatuhan wafat neng Rusli 19 – 08 – 2007 (“9”).
Ketika buku mengenang 40 hari wafatnya dibagikan, tertera tanggal, bulan dan
tahun yang berkode “9”, yaitu 27 – 09 – 2007 (“9”).
Kode “9” Di Balik Saudara
Ketika saya belum lahir tahun 1957, dua putri kembar ibu bernama Meitika
Rina Ali berumur satu minggu dan Meitika Reni Ali berumur satu setengah tahun
meninggal dunia. Tahun 1979 kakak kandung perempuan bernama Agustriana Ali
menyusul meninggal dunia dalam usia dua puluh lima tahun. Setelah itu kami
bersaudara terbiasa menghitung hanya 6 (enam) saudara kandung yang hidup saja
yaitu bernama : 1) Firdaus Ali, 2) Srimarwati Ali, 3) Oliva Ali, 4) Fariani Ali, 5)
Denny Januar Ali, 6) Diana Dewi Ali. Sementara ibu tetap menghitung anaknya
yang sudah meninggal dan selalu mengatakan dengan menekankan jumlah anak
sebenarnya. Kepedulian angka “9” menghentakkan saya ketika bulan Februari
2004, ibu mengenalkan keluarga kepada besan barunya dengan penekanan bahwa
kami bersaudara sekandung “9” orang.
Kode “9” Di Balik Remaja
Ketika remaja, saya menjadi anggota organisasi kesenian “Swara
Maharddhika (SM)” pimpinan Guruh Soekarnoputra. SM menjadi suatu kelompok
barometer remaja yang dibanggakan dan bergengsi bagi remaja saat itu. SM
didirikan pada tahun ’77 dan saat itu saya mendapat kesempatan menjadi anggota
tahun ’7 “9”.
Dalam merekrut anggotanya ketika itu, SM dikenal cukup selektif melalui tes
tertentu sehingga tidak semua remaja bisa masuk menjadi anggota, dan ketika itu
saya diterima sebagai anggota dalam penyeleksian SM Angkatan “9”.
Ada dua nama Annie di lingkungan SM saat itu. Annie yang satu diberi nama
“Annie bebek” karena dari kelompok nyanyi “Trio bebek”. Saya diberi nama
“Annie Mpek” karena orang Palembang. Karena anggota angkatan 9, saya juga
diberi nama “Annie 9”.
10
“9” CODE Angka Fenomenal Religius
Perekrutan dan penyeleksian anggota SM tersebut diselenggarakan dalam
rangka Pementasan Kesenian Kolosal “Untukmu Indonesiaku” tahun 1980
(“9”).
Ada satu pernyataan Mas Guruh pada tahun 1979 yang tidak pernah saya lupa
sampai sekarang bahwa, “Dua puluh tahun lagi kita di sini bukan hanya
berkecimpung dalam dunia kesenian tapi kita akan terjun ke dunia politik”. Dua
puluh tahun kemudian, ternyata pernyataannya itu benar. Pada saat kancah
perpolitikan Indonesia berubah dengan lengsernya presiden Soeharto pada tahun
berkode “9” yaitu tahun 1998 (“9”), banyak di antaranya anggota yang kemudian
terjun ke dunia politik. Termasuk saya menjadi fungsionaris partai politik yang
dideklarasikan pada tahun ’99 (“9”).
Dengan berjalannya waktu, kegiatan SM bubar dengan sendirinya dan saya
tidak pernah berhubungan lagi dengan mereka walau mereka pernah beberapa kali
mengadakan acara. Baru kemudian suatu hari alumni SM menghubungi saya dalam
rangka sumbangan perayaan ulang tahun SM yang ketiga puluh pada awal
Februari 2007. Ternyata SM sudah membentuk wadah komunikasi baru yang terdiri
dari alumni SM melalui e-mail yahoogroups sejak tahun 2000, tapi entah mengapa
saya baru dihubungi tahun itu sehingga kemudian baru bisa masuk kelompok
yahoogroups tersebut tahun 2007 (“9").
Kode “9” Di Balik Suami & Anak
Ketika umur cukup memadai, saya menikah bulan Desember 1987 pada harihari
yang mana jumlah kedua hari acara mengisyaratkan kode “9”, tepatnya
pernikahan dan resepsi pada tanggal 4 & 5 (“9”).
Saya menikah dengan seorang asal Jawa Sunda dari Bandung kelahiran tahun
seribu sembilan ratus lima puluhan yaitu pria tahun ’54 (“9”).
Jumlah angka tanggal, bulan dan tahun kelahirannya mengisyaratkan kode “9”,
yaitu suami Sugiharto Soepeno lahir pada 26 – 09 – 1954 (“9”).
Walau saya sudah menikah tahun 1987, tapi saya tidak langsung mengandung.
Anak pertama perempuan baru terlahir secara normal di Jakarta pada tanggal 25
Juli yang diberi nama Chika Lolita Sugiharto pada tahun 1989 (“9”).
Anak kedua laki-laki lahir secara normal di Jakarta yang jumlah angka tanggal,
bulan dan tahun kelahirannya juga mengisyaratkan kode “9” karena Al Kautsar
Sugiharto lahir pada 07 – 10 – 1990 (“9”).
Sekolah Islam Al-Azhar sudah terbangun sesuai perkataan orang marketing
ketika membeli rumah. Secara komprehensif menjadi pilihan sekolah bagi putraputri.
Ketika itu saya belum tahu Sekolah Al-Azhar menomori setiap cabang
sekolahnya secara legal demi penertiban. Baru awal tahun 2002 itu saya terhenyak
Pendahuluan
11
ketika menyimak dan sadar bahwa sekolah anak-anak Al Kautsar di SD Al-
Azhar “9”, dan Chika di SMP Al-Azhar “9”.
Suami bersikeras ingin menyunatkan putra kami Al Kautsar (Ocha) di
Bandung karena di sana menggunakan sistem sunat tanpa rasa sakit. Saya ingin ia
sunat dekat dengan saya tapi belum menemukan tempat bersunat tanpa rasa sakit.
Terjadi konflik karena suami tetap ingin anak bersunat di Bandung. Pergilah suami
sendiri ke Bandung mendaftarkan Ocha untuk bersunat dan mendapat kartu antri
pada bulan Maret tahun 2002. Belakangan baru saya sadar ternyata saat itu
seharusnya konflik tidak diperlukan dan diserahkan kepada Allah setelah menyadari
pesta sunatan Ocha yang diadakan tanggal “9”.
Sejak melahirkan anak anak di Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta tahun 1989
sampai kini, dokter kandungan saya tetap Obstetrician & Gynecologist Dr. Karno
Suprapto DSOG. Kamis 15 September 2005 saya berniat konsultasi dan periksa
kandungan setelah begitu lama tidak dilakukan, terakhir tahun 2001. Sudah satu
tahun niat periksa kandungan tertunda-tunda karena kesibukan dan selama itu pula
hati tidak tenang bergumul dengan kondisi kesehatan yang mencurigakan kanker
rahim. Walau kemudian lokasi tempat tinggal saya dan praktek dokter Karno cukup
jauh, entah mengapa untuk penanganan kandungan hanya dipercayakan dokter
Karno. Pernah coba dokter lain walau sekedar pasang spiral KB namun hasilnya
tidak cocok dan tetap kembali ke dokter Karno. Saya merasa dokter Karno tipe
idealis sehingga memasuki ruang kejiwaan yang membuat rasa aman. Kegelisahan
dan pergumulan hati saya terhadap kanker rahim yang diciptakan dalam pikiran
sendiri, segera sirna ketika dokter mengatakan kondisi rahim dalam keadaan sehat
dan bersih sekali. Betapa lega dalam hati langsung bersyukur ternyata klik
tersimpan makna di balik kode “9” bahwa betapa kesehatan adalah pemberian dari
Allah, karena sejak 1989 itu ternyata nomor kartu pasien kandungan adalah KS
3465 (“9”).
Selamat Datang “9”
Ketika sedang mengelaborasi angka “9” ini, saya kelabakan karena bertubitubi
informasi mengenai angka “9” menghampiri sampai-sampai tidak sengaja saya
temukan kartu hotel bertuliskan “Welcome to the”: Grace Hotel, 12 Nana North
(Soi 3), Sukhumvit Rd., Bangkok, Thailand. Biasanya kartu hotel semacam ini
dibuang, tapi yang satu ini terselip dalam map dan ternyata menyimpan informasi
yang klik seakan menyapa “welcome to the: “9”” kepada saya dan mengisyaratkan
kode bahwa kepergian dulu itu pun adalah suatu aktifitas saya yang juga
diatur Allah. Saya ingat pada saat kepergian ke Thailand itu memang banyak
mengalami momen-momen spiritual ingat kebesaran Allah dan kisah-kisah yang
seharusnya ingat kehadiran Allah. Di kartu hotel tercetak period of staying dan
12
“9” CODE Angka Fenomenal Religius
tertulis tanggal, bulan dan tahunnya warna merah tebal yang eye-catching. Selain
dari masing-masing tanggal, bulan dan tahunnya berbobot “9”, jumlah masingmasing
dari angka tanggal, bulan dan tahun kepergian ke Bangkok, Thailand itupun
“9”, sehingga tertangkap oleh pengertian saya seperti Selamat Datang 27 – 09 –
1998 (“9”).
Saat-saat awal terbukanya tabir “9”, saya masih belum mengerti apa makna
angka “9” yang selalu menyertai saya. Secara perlahan sedikit demi sedikit
belakangan barulah saya dapat menangkap makna di balik angka “9”. Kode “9” di
balik Kartu selamat datang seakan membukakan pintu gerbang dan mengucapkan
selamat datang di dunia “9”. Setelah pintu gerbang terbuka dan tabir pun terbuka
yang melahirkan kepedulian angka “9”, kemudian berikutnya saya mengalami kode
“9” di balik peristiwa sebagaimana dikemukakan di bawah ini.

Tidak ada komentar: